Senin, 30 November 2009

PENDIDIKAN DAN KOMPETENSI GURU YANG TERCORENG

PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Pendidikan telah mengalami proses yang panjang. Pendidikan, dalam pengertian secara umum, yakni proses transmisi pengetahuan dari satu orang kepada orang lainnya atau dari satu generasi ke generasi lainnya, telah berlangsung setua umur manusia itu sendiri. Sebab, ketika seseorang mengetahui sesustu kemuadian ia memberitahukan apa yang diketahuinya tersebut, atau suatu generasi menstrasmisikan suatu nilai, keyakinan, pandangan hidup, dan lain-lain kepada generasi berikutnya bias dikatakan sebagai telah terjadi proses pendidikan.
Secara tegas, pendidikan adalah media mencerdaskan kehidupan bangsa dan membawa bangsa ini pada era aufklarung (pencerahan). Pendidikan bertujuan unuk membangun tatanan bangsa yang berbalut dengan nilai-nilai kepintaran, kepekaan, dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan merupakan tonggak kuat untuk kemiskinan pengetahuan, penyelsaian persoalan kebodohan, dan juga menuntaskan segala permasalahan bangsa peran pendidikan jelaslah merupakan hal yang sangat signifikan dan sentral kerena pendidikan memberikan pembukaan dan perluasan pengetahuan baik sosial kemasyarakatan, politik maupun bernagsa dan bernegara,Pendidikan dihadirkan untuk mengantarkan bangsa ini untuk menjadi bangsa yang beradab, pendidikan dihadirkan untuk memperbaiki segala kebobrokan yang sudah mengumpul di segala sendi kehidupan bangsa ini.
Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.

1.2 Topik Bahasan
Untuk memfokuskan pembahasan makalah ini penulis merumuskan topic bahasan sebagaimana berikut ini:
1. Apakah Pengertian dari Pendidikan?
2. Apakah Pengertian dari Kompetensi Guru?
3. Hakekat Kompetensi Sosial bagi guru.
4. Beberapa kasus dalam penerapan kompetensi sosial guru
5. Beberapa Strategi dalam meningkatkan kompetensi sosial guru.

PEMBAHASAN

2.1 PENDIDIKAN

2.1.1 Pengertian Pendidikan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belar dan prose pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.
Pengertian pendidikan disini menegaskan bahwa dlam pendidikan hendaknya tercipta sebuah wadah dimana peserta didik bisa secara aktif mempertajam dan memunculkan ke permukaan potensi-potensinya sehingga menjadi kemampuan-kemampuan yang dimilikinya secara alamiah.

Pengertia pendidikan menurut beberapa ahli:
1. Menurut Romo Mangun Wijaya, pendidikan adalah proses awal usaha untuk menumbuhkan kesadaran sosial pada setiap manusia sbagai pelaku sejarah.
2. Jean Piaget, pendidikan sebagai penghubung dua sisi. Di satu sisi individu yang sedang tumbuh, dan di sisi lain; nilai sosial, intelektual, moral yang menjadi tanggung jawab pendidkan untuk mendorong individu tersebut
3. Ari Gunawan, pendidikan adalah proses sosialisasi, yaitu sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap, dan keterampilan
4. Driyarkara, pendidikan adalah memanusiakan manusia muda
5. Dalam Dictionari of Education pendidikan adalah (1) proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup, (2) proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol.
Definisi pendidikan secara luas, adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui kemudian bisa mengerjakan sesuatu yang telah diketahuinya. Keberadaan seperti itu berlangsung dalam segala jenis dan bentuk lingkungan sosial sepanjang kehidupannya.
Karakteristik khusus pendidikan secara luas diantaranya:
a. Masa pendidikan. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan berlangsung setiap saat
b. Lingkungan pendidikan. Pendidikan berlangsung dalam segala lingkungan hidup
c. Bentuk kegiatan. Mulai dari bentuk yang tidak disengaja maupun yang terprogram
d. Tujuan pendidikan terkandung dalam setiap pengalaman belajar, tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup.
e. Pendukung seperti; Jhon Holt, William Glasser, Herbert Kohl, Ivan Illich, Jhon Dewey, William Heard Kilpatrick dll.
Sedangkan dalam arti sempit, pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang direncanakan serta dilksanakan secara teratur dan terarah dilembaga pendidikan sekolah. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak agar mempunyai kemampuan sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan sosial mereka.
Karakteristik pendidikan dalam arti sempit diantaranya:
a. Pendidikan berlangsung dalam waktu terbatas
b. Lingkungan pendidikan. Pendidikan berlangsung dalam lingkungan pendidikan yang diciptakan khusus untuk menyelenggarakan pendidikan
c. Isi pendidikan disusun secara sistematik dan terprogram dalam bentuk kurikulum
d. Tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar, yaitu sekolah.

Jadi dapat disimpulkan, baik secara luas maupun secara sempit pendidikan merupakan kegiatan simultan diseluruh aspek kehidupan manusia, yang berlangsung disegala lingkungan dimana ia berada, disegala waktu, dan merupakan hak dan kewajiban bagi siapapun, serta terlepas dari diskriminasi apapun.

2.1.2 Keharusan Pendidikan : Mengapa Manusia Harus Dididik/Mendidik
1. Dasar Biologis
pendidikan adalah perlu karena anak manusia dilahirkan tidak berdaya.
1) anak manusia lahir tidak dilengkapi insting yang sempurna untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
2) anak manusia perlu masa belajar yang panjang untuk dapat berinteraksi dengan lingkungannya
3) awal pendidikan terjadi setelah anak manusia mencapai penyesuaian jasmani.
2. Implikasi
1) anak manusia yang tidak menerima bantuan dari manusia lainnya akan tidak menjadi manusia yang berbudaya dan bahkan mati
2) anak memerlukan perawatan dan perlindungan sebagai masa persiapan pendidikan
3) korang dewasa yang tidak berhasil dididik perlu pendidikan kembali atau reedukasi
3. Dasar Sosio Antropologis
Peradaban tidak terjadi dengan sendirinya dimiliki oleh setiap anggota masyarakat.
1) Setiap anggota masyarakat perlu menguasai budaya sekelompoknya yang berupa warisan sosial/budaya
2) Masyarakat menginkan kehidupan yang beradab
4. Implikasi
1) Diperlukan tranformasi dari organisme biologis ke organisme yang berbudaya
2) Diperlukan transmisi budaya
3) Diperlukan internalisasi budaya
4) Diperlukan control sosial untuk pelestarian budaya

2.2 KOMPETENSI GURU

2.2.1 Pengertian Kompetensi Guru
Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan formal. Untuk itu guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan. Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi
Dalam undang-undang guru dan dosen bab IV pasal 10 menyatakan bahwa: “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesioanal”. Undang-undang telah memberikan pula sebuah penjelasan mengenai setiap kompetensi guru yang harus terpenuhi. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peseta didik. Sedangkan yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantab, berakhlaq mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi yang terakhir yakni kompetensi sosial. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesame guru, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

2.2.2 Hakekat Kompetensi Sosial dan Pribadi bagi Guru
Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku seseorang. Menurut Lefrancois dalam bukunya Theories of Human Learning, kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu, yang dihasilkan dari proses belajar. Kompetensi sosial, yang meliputi etika, moral, pengabdian, kemampuan sosial, dan spiritual merupakan kristalisasi pengalaman dan pergaulan seorang guru, yang terbentuk dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah tempat melaksanakan tugas. Sebagaiman telah disebutkan sebelumnya bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d).
Oleh karena seorang guru diharapkan dapat berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat dengan baik; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi; bergaul secara efektif (memberikan pengaruh positif) dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Dr. Rubin Adi Abraham (2009) menyatakan dalam karyanya bahwa terdapat sebuah keharusan bagi guru untuk memiliki pengetahuan yang luas, menguasai berbagai jenis bahan pembelajaran, menguasai teori dan praktek pendidikan, serta menguasai kurikulum dan metodologi pembelajaran. Akan tetapi seorang guru yang berperan pula sebagai anggota masyarakat, seyogyanya memilki sifat memasyarakat yang baik. Untuk itu, ia harus menguasai psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia, memiliki keterampilan membina kelompok, keterampilan bekerjasama dalam kelompok, dan menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok.
Sebagai individu dalam dunia pendidikan serta sebagai anggota masyarakat itu sendiri, seorang guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik yang disebut sebagai kompetensi pribadi. Guru harus bisa digugu, dalam artian bahwa semua perkataan guru bisa dipercaya dan benar adanya, dan ditiru, atau dicontoh setiap tindak tanduk, perilaku dan kebiasaannya sekaligus menjadi sebuah teladan. Guru sering dijadikan panutan oleh masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal. Sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat misalnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak, pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.

2.2.3 Beberapa kasus dalam penerapan kompetensi sosial dan pribadi guru
Pengembangan kompetensi sosial ini sulit dilakukan oleh lembaga resmi karena kualitas kompetensi ini ditempa serta dipengaruhi oleh kondisi dan situasi masyarakat luas, lingkungan dan pergaulan hidup termasuk pengalaman dalam tugas, lebih utama lagi dalam kompetensi sosial akan sangat bergantung pada kompetensi pribadi dalam individu seorang guru. Pada kenyataanya, berbagai lingkungan tersebut seringkali merupakan sumber utama munculnya berbagai jenis permasalahan mulai sederhana hingga kompleksitas yang tinggi, selain permasalahan juga tempat penularan penyakit-penyakit masyarakat., seperti hedonis, KKN, materialistis, pragmatis, jalan pintas, kecurangan, dan persaingan yang tidak sehat.
Dalam lingkungan yang rawan tersebut, nilai-nilai kepribadian sebagai seorang guru yang telah melekat akan mudah luntur. Hal ini telah nyata-nyata terlihat tiada hentinya pemberitaan tentang tindak asusila seorang guru terhadap muridnya. Dari tahun ke tahun berita ini tetap muncul, hingga menjadi suatu hal yang tidak anel lagi jika kita menemukan seorang guru “cabul”. Apa yang salah dalam pendidikan keguruan hingga orang-orang seperti ini lolos atau layak untuk menjadi seorang guru?.
Masih sering kita temui pula dalam kehidupan sehari-hari seorang guru yang berubah “bentuk” sesaat setelah mereka keluar dari lingkungan sekolah. Dalam lingkungan kerja sang guru sangat santun dan disiplin. Akan tetapi di luar lingkungan guru terkadang lepas kendali baik dalam bersikap ataupun bertutur. Kemanakah kemampuan sosial dan kepribadian mereka?, hal ini masih menjadi pekerjaan rumah yang tidak gampang bagi para ahli pendidikan dan kita semua pada umumnya.

2.2.4 Beberapa Strategi dalam meningkatkan kompetensi sosial dan pribadi guru.
Sebelum kita menfokuskan pembahasan selanjutnya, akan terlebih dahulu kita membahas empat pilar pendidikan yang akan membuat manusia semakin maju:
1. Learning to know
(belajar untuk mengetahui), artinya belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam.
2. Learning to do
(belajar, berbuat/melakukan), setelah kita memahami dan mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya.
3. Learning to be
(belajar menjadi seseorang). Kita harus mengetahui diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hidup? Dengan demikian kita akan bisa mengendalikan diri dan memiliki kepribadian untuk mau dibentuk lebih baik lagi dan maju dalam bidang pengetahuan.
4. Learning to live together
(belajar hidup bersama). Sejak Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai dan saling menghormati satu dengan yang lain.
Jika kita benar-benar menyimak point 3 dan 4, disana nampak jelas bahwa guru harus memiliki kompetensi kepribadian dan sosial, disamping kedua kompetensi lainnya. Lalu bagaimanakah agar kompetensi ini terus melekat pada diri sang guru. Beberapa cara dapat ditempuh untuk mangatasi masalah ini. Dalam peningkatan kompetensi sosial guru dapat melakukan beberapa hal dibawah ini:
(1) Guru tidak hanya membatasi hubungan dirinya dengan para murid hanya didalam kelas saja. Guru tetap menjadi seorang guru bagi murid di lingkungan luar pula, hal ini dapat menjadikan guru panutan yang baik tidak hanya bagi peserta didik akan tetapi masyarakat umum.
(2) Guru sebaiknya ikut berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat. Hal ini memberikan kesan pada masyarakat bahwa guru tidak menspesialisasikan diri dalam lingkungan atau menutup diri rapat-rapat. Ikut serta dalam kegiatan pengajian, arisan atau senam pagi di tengah-tengah lingkungan masyarakat adalah cara paling ampuh untuk meningkatkan kompetensi sosial guru.
Dalam peningkatan kompetensi pribadi, guru seharusnya:
(1) Pengamalan perintah-perintah agama sesuai dengan keyakinan.
(2) Berpegang teguh pada nilai-nilai dan norma-norma masyarakat
(3) Memberikan penghargaan setinggi-tingginya pada diri sendiri, hingga menimbulkan rasa cinta pada diri sendiri. Dengan hal ini guru tidak akan mudah untuk menghancurkan kehidupannya hanya dengan satu tindakan yang tidak pantas dilakukan yang dapat mengancam kehidupannya, keluarga juga nama besar dunia pendidikan.
Solusi-solusi diatas masih dalam bentuk ide dan harapan, akan tetapi sudah menjadi suatu yang wajib bagi bangsa ini untuk memberikan perhatian enuh dalam menyelesaikan permasalahn-permasalahan berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru baik kepribadian dan sosial. Hal yang sangat mendesak berkaitan dengan pelatihan, pembelajaran, dan sertifikasi guru dan dosen (khususnya yang berkaitan dengan kompetensi sosial dan kepribadian karena ini hal baru) adalah pengembangan pemahaman kompetensi ini yang komprehensif, yang dapat diterima oleh banyak pihak. Sampai saat ini sudah banyak seminar tentang UU Guru dan Dosen diadakan, tetapi kita belum sampai atau memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap kedua kompetensi ini. Apabila dunia pendidikan bisa menjawab tantangan pengembangan kompetensi sosial ini secara cepat dan tepat, mudah- mudahan 10 tahun mendatang kita ebih banyak memiliki insan yang lebih demokratis, lebih toleran, dan memiliki tanggung jawab sosial yang lebih besar.

KESIMPULAN
Dalam peningkatan kompetensi sosial guru dapat melakukan beberapa hal dibawah ini:
(3) Guru tidak hanya membatasi hubungan dirinya dengan para murid hanya didalam kelas saja. Guru tetap menjadi seorang guru bagi murid di lingkungan luar pula, hal ini dapat menjadikan guru panutan yang baik tidak hanya bagi peserta didik akan tetapi masyarakat umum.
(4) Guru sebaiknya ikut berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat. Hal ini memberikan kesan pada masyarakat bahwa guru tidak menspesialisasikan diri dalam lingkungan atau menutup diri rapat-rapat. Ikut serta dalam kegiatan pengajian, arisan atau senam pagi di tengah-tengah lingkungan masyarakat adalah cara paling ampuh untuk meningkatkan kompetensi sosial guru.
Dalam peningkatan kompetensi pribadi, guru seharusnya:
(4) Pengamalan perintah-perintah agama sesuai dengan keyakinan.
(5) Berpegang teguh pada nilai-nilai dan norma-norma masyarakat
(6) Memberikan penghargaan setinggi-tingginya pada diri sendiri, hingga menimbulkan rasa cinta pada diri sendiri. Dengan hal ini guru tidak akan mudah untuk menghancurkan kehidupannya hanya dengan satu tindakan yang tidak pantas dilakukan yang dapat mengancam kehidupannya, keluarga juga nama besar dunia pendidikan.

कजियन तेर्हड़प WACANA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DITINJAU DARI PERSPEKTIF LEGAL BASIS

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebenarnya bukan lagi wacana baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Konsep ini telah disosialisasikan bersamaan dengan pewacanaan kurikulum 1994 pada tenaga pendidik dan kependidikan. Capaian untuk menjadi Sekolah Mandiri pada masa itu belum dapat terpenuhi karena pemerintah tidak memonitor pelaksanaan program tersebut di lapangan. Pengisian 186 butir Evaluasi Diri dari BAS (Badan Akreditasi Sekolah) yang disyaratkan dalam pemenuhan perolehan akreditasi sekolah menjadi kegiatan yang seremonial dan tak lebih dari pengumpulan dokumen foto copy yang siap diperiksa oleh asessor (Soetikno, 2007).
MBS kembali menjadi populer sejak tahun 1999, saat pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional bekerjasama dengan UNESCO dan UNICEF, mengusung program MBS yang dalam proyek tersebut dikenal dengan nama CLCC (Creating Learning Communities for Children), yang diterjemahkan menjadi “Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak”. Proyek ini melibatkan sejumlah sekolah di berbagai propinsi sebagai objek kegiatannya.
Kembali populernya konsep MBS yang sangat kental dengan semangat desentralisasi ini tentunya cukup erat berkaitan dengan diundangkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah (kini UU nomor 32 tahun 2004). Terlebih lagi setelah disahkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, desentralisasi pendidikan tidak hanya dilimpahkan pada pemerintah daerah namun hingga ke tingkat satuan pendidikan.
Sejalan dengan semangat desentralisasi pendidikan, sudah sepantasnya jika segala kebijakan yang terkait dengan pengelolaan pendidikan bertumpu pada sekolah dan masyarakat. Dalam konsep MBS, sekolah diposisikan sebagai suatu lembaga yang berada di tengah-tengah masyarakat yang memiliki ciri khas tersendiri, sehingga sekolah harus memiliki unit perencana, unit pembuat keputusan, dan basis manajemen. Tidaklah mengherankan bila keberadaan Komite Sekolah, yang mencerminkan peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan, menjadi instrumen kunci dalam pelaksanaan MBS.
Jauh sebelum disahkannya PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yang disusul dengan keluarnya Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan, sebagian besar sekolah di Indonesia telah memiliki Komite Sekolah sejak tahun 2002. Hal ini tidak terjadi bukan tanpa dasar hukum, karena keberadaan Komite Sekolah pada waktu itu telah berlandaskan Kepmendiknas No. 044/U/2002 yang mengatur tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Komite Sekolah yang juga merupakan perwujudan dari Peran Serta Masyarakat (PSM) ini sebenarnya sangat sejalan dengan konsep tri pusat yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara. Melalui konsep ini, pendidikan peserta didik diharapkan agar tidak hanya diurus oleh sekolah saja, tetapi peran serta keluarga dan masyarakat juga sangat dibutuhkan sehingga apa yang disebut dengan pembelajaran sepanjang hayat dapat tercapai.

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada bagian penjelasan pasal 51 ayat 1, “manajemen berbasis sekolah atau madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah atau madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan”. Definisi MBS diuraikan lebih rinci sebagai suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk melakukan redesain terhadap pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan pada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat (Fattah, 2004).
MBS atau school based management sendiri merupakan sebuah upaya adaptasi dari paradigma pendidikan baru yang berasaskan desentralisasi. MBS memberikan otoritas pada sekolah untuk mengembangkan prakarsa yang positif untuk kepentingan sekolah.
Menurut Hasbullah, pada umumnya MBS dimaknai sebagai berikut:
1. dalam rangka MBS alokasi dana kepala sekolah menjadi lebih besar dan sumber dana tersebut dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan sekolah sendiri
2. sekolah lebih bertanggung jawab terhadap perawatan, kebersihan, dan penggunaan fasilitas sekolah, terrmasuk pengadaan buku dan bahan belajar
3. sekolah membuat perencanaan sendiri dan mengambil inisiatif sendiri untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan masyarakat sekitar
4. MBS menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi yang lebih terbuka.

2.2 Dasar Hukum
Implementasi MBS pada tingkat satuan pendidikan bukan sekedar luapan semangat desentralisasi yang berlebihan. MBS dilaksanakan semata karena berlandaskan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, tepatnya pasal 51 ayat 1 yang berbunyi ”Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah atau madrasah”. Legalisasi pelaksanaan MBS juga termuat dalam peraturan turunan undang-undang sistem pendidikan nasional, yaitu dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 49 ayat 1, “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas”.

PEMBAHASAN

3.1 Tujuan Implementasi MBS
Tujuan implementasi program MBS adalah jelas untuk mencapai peningkatan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan, sejalan dengan apa yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan diselenggarakan dengan prinsip pemberdayaan seluruh komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Diharapkan dengan menerapkan manajemen dengan pola MBS, sekolah lebih berdaya dalam beberapa hal sebagaimana berikut: (1) menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut, (2) mengetahui sumber daya yang dimiliki dan input pendidikan yang akan dikembangkan, (3) mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya, (4) bertanggung jawab terhadap orang tua, masyarakat, lembaga terkait, dan pemerintah dalam penyelenggaraan sekolah, (5) dan persaingan sehat dengan sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif inovatif untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan. Secara ringkas, yang paling utama dari penerapan MBS adalah tercapainya peningkatan mutu pendidikan dengan cara memberdayakan seluruh potensi sekolah dan stakeholdernya sesuai dengan kebijakan pemerintah dengan mengaplikasikan kaidah-kaidah manajemen sekolah profesional (Satori, 2006).

3.2 Karakteristik Konsep MBS
Karakteristik konsep MBS berikut ini dikutip dari http://www.mbs-sd.org sebagaimana berikut:
1. Upaya meningkatkan peran serta Komite Sekolah, masyarakat, DUDI (dunia usaha dan dunia industri) untuk mendukung kinerja sekolah;
2. Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif saja;
3. Menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personil dan fasilitas);
4. Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan;
5. Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat;
6. Meningkatkan profesionalisme personil sekolah;
7. Meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang;
8. Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah (misal: KS, guru, Komite Sekolah, tokoh masyarakat,dll);
9. Adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah;
3.3 Mengkaji Wacana MBS dari Perspektif Legal Basis
Yang menjadi pokok bahasan utama dalam kajian terhadap diskursus MBS dari perspektif legal basis adalah pelanggaran hierarki perundang-undangan yang telah dilakukan oleh eksekutor-eksekutor kebijakan (Tilaar, 2004). UUD 1945 sebagai dasar hukum yang paling superior seharusnya tidak boleh dilangkahi atau dianulir oleh produk perundang-undangan yang jauh lebih inferior dibawahnya, dalam hal ini yang dimaksud adalah UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan turunan-turunannya.
Dalam pembukaan UUD 1945 dicantumkan bahwa amanat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia telah dilimpahkan pada Pemerintah Negara Indonesia. Sejalan dengan pembukaannya, dalam UUD 1945 hasil amandemen ke-4, pada pasal 31 ayat 1 dan 2 jelas-jelas tercantum bahwa mendapatkan pendidikan adalah menjadi hak setiap warganegara dan pemerintah berkewajiban untuk membiayai pendanaan pendidikan dasar yang sifatnya mutlak. Ditambah lagi dengan ayat 4 yang menyatakan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Anehnya, UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang seharusnya dibuat dengan mengacu pada UUD 1945 malah menganulir kewajiban pemerintah dalam pembiayaan penyelenggaran pendidikan, sehingga kewajiban tersebut juga dibebankan pada masyarakat. Hal tersebut dimuat dalam hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah, yaitu pada pasal 6 ayat 2 bahwa ‘setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”, dan pasal 9 “masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Bahkan pada Bab V mengenai peserta didik, pasal 12 ayat 2 huruf b dinyatakan bahwa “peserta didik berkewajiban untuk menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan”.
Melalui pasal-pasal tersebut, pemerintah telah mengalihkan tanggung jawabnya secara perlahan terhadap pendanaan pendidikan, dan hal tersebut jelas-jelas dimuat secara eksplisit pada pasal 46 ayat 1 bahwa, “pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”, yang lalu dijabarkan pada bagian penjelasan bahwa, “sumber pendanaan pendidikan dari pemerintah meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan sumber pendanaan pendidikan dari masyarakat mencakup antara lain sumbangan pendidikan, hibah, wakaf, zakat, pembayaran nadzar, pinjaman, sumbangan perusahaan, keringanan dan penghapusan pajak untuk pendidikan, dan lain-lain penerimaan yang sah.
Pembahasan masalah pendanaan pendidikan dimasukkan dalam kajian ini karena hal pendanaan pendidikan sangatlah erat kaitannya dengan MBS. Konsep MBS dengan perspektif ekonomi-nya telah mengkuantitatifkan segala target capaian atau mutu dengan standar performance yang terukur. Satuan pendidikan yang berhasil mengimplementasikan konsep ini akan dicap sebagai sekolah unggulan yang memenuhi unsur-unsur akreditasi untuk mendapatkan dana hibah atas kompetisi yang telah dilakukakannya. Padahal seharusnya dana pendidikan diberikan pada sekolah manapun yang memang benar-benar membutuhkan.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat 3 dan 4 dicantumkan bahwa dana pendidikan dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila dana pendidikan dikompetisikan seperti termaktub dalam pasal tersebut, maka sekolah yang unggul makin unggul dan sekolah yang belum unggul akan semakin terpuruk. Secara tidak langsung, hal tersebut memaksa sekolah yang masih dalam taraf “belum memenuhi akreditasi” untuk mencari sumber pendanaan lain.
Pemerintah pun memberikan jalan dengan membuka kesempatan seluas-luasnya pada sekolah untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan pasal-pasal yang mengatur tentang pendanaan pendidikan dan peran serta masyarakat yang termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Siapalagi yang menjadi korban kalau bukan komite sekolah? Dalam hal ini, komite sekolah akhirnya hanya berfungsi sebagai “tukang pungut sumbangan” seperti asosiasi yang terbangun saat mendengar sebuah wadah yang bernama “BP3”. Akhirnya fungsi-fungsi strategis komite sekolah yang tercantum dalam Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan benar-benar tidak disentuh.
Berikut ini adalah rangkuman dari fungsi-fungsi strategis komite sekolah yang dimuat dalam lampiran Permendiknas No. 19 Tahun 2007:
1. Memberikan pertimbangan dan masukan mengenai visi, misi, dan tujuan sekolah;
2. Memberikan pertimbangan dalam penyusunan rencana kerja jangka menengah sekolah/madrasah yang meliputi tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu empat tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan, dan juga rencana kerja tahunan yang mencakup ketentuan-ketentuan mengenai: kesiswaan; kurikulum dan kegiatan pembelajaran; pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya; sarana dan prasarana; keuangan dan pembiayaan; budaya dan lingkungan sekolah; peranserta masyarakat dan kemitraan; rencana-rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu;
3. Memberikan pertimbangan dalam penyusunan pedoman yang mengatur tentang struktur organisasi sekolah/madrasah yang berisi: kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP); kalender pendidikan/akademik; struktur organisasi sekolah/madrasah; pembagian tugas di antara guru; pembagian tugas di antara tenaga kependidikan; peraturan akademik; tata tertib sekolah/madrasah; kode etik sekolah/madrasah; dan biaya operasional sekolah/madrasah;
4. Memberikan persetujuan terhadap pelaksanaan kegiatan sekolah/madrasah yang tidak sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan;
5. Berhak menerima pelaporan pembukuan semua penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan anggaran yang diatur dalam pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/madrasah;
6. Berhak memutuskan pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/madrasah untuk kemudian ditetapkan oleh kepala sekolah/ madrasah serta mendapatkan persetujuan dari institusi di atasnya;
7. Memberikan masukan untuk sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan tata tertib sekolah/madrasah;
8. Berhak melakukan pemantauan pengelolaan sekolah/madrasah dilakukan secara teratur dan berkelanjutan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan;
9. Berhak menerima laporan hasil evaluasi pengawasan sekurang-kurangnya setiap akhir semester dari kepala sekolah/madrasah;
10. Berhak dilibatkan dalam proses evaluasi dan pengembangan KTSP secara menyeluruh.
Terdapat kontradiksi dalam butir-butir tersebut dengan salah satu butir dalam Lampiran B tentang Pelaksanaan Rencana Kerja nomor 3 (c) yang menyatakan bahwa kepala sekolah/madrasah mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengelolaan bidang akademik pada rapat dewan pendidik dan bidang “non akademik” pada rapat komite sekolah/madrasah dalam bentuk laporan pada akhir tahun ajaran yang disampaikan sebelum penyusunan rencana kerja tahunan berikutnya. Padahal dalam butir-butir lainnya banyak sekali yang menjabarkan peran-peran komite sekolah dalam bidang akademik, lalu mengapa tanggung jawab kepala sekolah pada komite sekolah dibatasi pada hal-hal non akademik saja, bukankah hal tersebut menunjukkan inkonsistensi dalam peraturan ini.
Terlebih lagi, fungsi-fungsi strategis yang sedemikian idealnya tersebut ternyata dimentahkan dengan Lampiran F tentang Penilaian Khusus yang menjadi penutup peraturan ini, “Keberadaan sekolah/madrasah yang pengelolaannya tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan dapat memperoleh pengakuan Pemerintah atas dasar rekomendasi BSNP”. Jadi, sirnalah sudah fungsi-fungsi strategis Komite Sekolah karena hegemoni BSNP. Sebab itulah, selama penyelewengan terhadap hierarki perundang-undangan belum dibenahi, maka Komite Sekolah hanyalah akan menjadi simbol dari implementasi konsep MBS.

3.4 Unsur Pedagogik dalam Konsep MBS

Konsep MBS sangat erat kaitannya dengan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) sebagai metode pembelajaran dan tentunya PSM (Peran Serta Masyarakat) yang diwujudkan melalui keberadaan Komite Sekolah sebagai instrumen kunci implementasi MBS. Membahas masalah PAKEM harus dihubungkan dengan definisi yang menyeluruh dari setiap unsur PAKEM yang tidak bisa didefinisikan terpisah, seperti definisi berikut ini yang dikutip dari http://www.mbs-sd.org:
“Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.”

Menurut definisi tersebut, “Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan” yang sebenarnya sudah sangat sejalan dengan prinsip humanisme dalam pendidikan yang memanusiakan manusia, telah diredusir dengan unsur “Efektif” yang menjadi penutup definisi PAKEM secara keseluruhan. Unsur “Efektif” yang merupakan bagian dari tuntutan mutu dalam perspektif ekonomi.
Efektifitas menjadi suatu bentuk dehumanisasi karena hanya berorientasi pada output yang didefinisikan sebagai target pencapaian profit semaksimal mungkin dari sejumlah masukan dengan standar tertentu (input). Dalam rangka pemenuhan target pencapaian mutu semaksimal mungkin, maka keberadaan unsur “proses” akan dipinggirkan demi mengejar efektifitas. Akibatnya, tenaga pendidik melakukan proses pembelajaran dengan target pencapaian performance tertentu karena pola MBS menekankan pada indikator-indikator performance siswa yang harus dapat dikuantitatifkan sebagai konsekuensi dari efektifitas dalam pembelajaran.
Contoh performance yang harus dicapai oleh tenaga pendidik dan peserta didik adalah sebagai berikut (http://www.mbs-sd.org):
a. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
b. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
c. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
d. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
e. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
Sejalan dengan pemikiran John Dewey, bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan, hendaknya tujuan pendidikan tidak perlu dicari-cari diluar proses pendidikan itu sendiri. Apalagi bila tujuan pendidikan digeser dengan persepektif ekonomi yang sangat jauh dari tujuan pendidikan yang harusnya murni sebagai alat penyadaran peserta didik akan realitas dehumanisasi yang terus terjadi disekitarnya, seperti apa yang diungkapkan oleh Paulo Freire.

PENUTUP
Desentralasasi di bidang pendidikan merupakan sebuah upaya peningkatan mutu pendiikan itu sendiri, hal ini dikarenakan pemerintah daerah lebih memahami perkembangan dan kemajuan pendidikan di daerahnya.
Secara umum MBS bertujuan untuk menjadikan agar sekolah lebih mandiri atau menberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi), fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah dalam mengelola sumber daya, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
MBS juga memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar kepada sekolah, disertai seperangkat tanggungjawab, sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya dengan kata lain sekolah harus mampu mengembangkan program yang relevan dengan kebutuhan masyarakatnya.
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua siswa)

FILSAFAT PENDIDIKAN DAN FILSFAT PENDIDIKAN ISLAM

Perkembangan dan adanya perubahan yang terjadi dari zaman ke zaman memiliki corak dan ciri yang berbeda. Kondisi yang demikian cenderung memacu manusia untuk cenderung berfikir untuk mencari nilai kebenaran itu. Kebenaran yang dimaksud, dalam konteks filsafat adalah kebenaran yang tergantung sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia. Oleh karena itu pengertian kebenaran menurut Aristoteles Plato adalah apabila pernyataan yang dianggap benar itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya (Jujun dalam Jalaludin dan Abdullah).
Beranjak pada hal tersebut diatas, maka peran filsafat dalam dunia pendidikan adalah memberi kerangka acuan bidang filsafat pendidikan, guna mewujudkan cita-cita pendidikan yang diharapkan oleh suatu masyarakat atau bangsa maka tak mengherankan bila filsafat pendidikan yang terdapat pada suatu negara dipengaruhi oleh filsafat hidup yang menjadi anutan bangsa di Negara itu.

KAJIAN PUSTAKA N
1. Filsafat Pendidikan
Sebelum memasuki pembahasan tentang filsafat pendidkan terlebih dahulu kita harus mengemukakan pengertian dari pada filsafat itu sendiri. Kata filsafat berasal dari bahsa Yunani, kalimat ini berasal dari kata Philosopia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata Philos yang berati cinta, senang, suka, dan kata Sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan (Ali 1987 dalam Jalaludin dan Abdulah 1997:9)
Dalam pengertian yang lebih luas Harol Titus mengemukakan pengertian filsafat sebagai berikut:
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis
2. Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan
4. Filsafat adalah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti konsep
5. Filsafat ialah sekumpulan problem-problem yang langsung mendapat perhatian dan dicarikan jawabanya oleh ahli filsafat (Jalaludin dan Abdullah 1997 : 9)
Selanjutnya Barnadib (1994) menjelaskan, filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh karena filsafat bukan hanya pengetahuan melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Sistematis karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti, dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada (Jalaludin dan Abdullah 1997 : 9)
2. Filsafat Pendidikan Islam.
Mempelajari filsafat pendidikan islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematis, logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh ilmu pengetahuan agama islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.
Melakukan pemikiran filosofos pada hakikatnya adalah usaha menggerakkan semua potensi psikologis manusia seperti pikiran, kecardasan, kemauan, perasaan, ingatan serta pengamatan panca indra tentang gejala kehidupan.
Filsafat pendidikan islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang pendidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran agama islam, tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya di jiwai oleh ajaran islam. (Arifin, 2009 : 1)

PEMBAHASAN

1. Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan pada mulanya mampu menjawab segala pertanyaan tentang segala sesuatu dan segala macam masalah. Masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta, manusia dengan segala problematika kehidupanya, yang dibicarakan oleh filsafat. Kemudian karena perkembangan dan keadaan masyarakat yang dinamis, banyak problem yang tidak dijawab oleh filsafat, maka lahirlah ilmu pengetahuan yang sanggup memberi jawaban terhadap problem-proplem perkembangan metodologi ilmiah yang semakin pesat. (Jalaludin dan Abdullah, 1997:31).
Setiap disiplin ilmu memiliki obyek dan sasaran yang berbeda-beda, disiplin ilmu mengurus dan mengembangkan bidang garapan tersendiri. Akibatnya terjadi pemisahan antara berbagai macam bidang ilmu, maka lahirlah cabang ilmu yang lain untuk membantu menjawab segala macam permasalahan-permasalahan yang timbul, termasuk permasalah-permasalahan di bidang pendidikan. John Dewey, menyatakan bahwa filsafat itu adalah teori umum dari pendidiakan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan (Ibid Hal:32)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang melatar belakangi munculnya filsafat pendidikan adalah banyaknya perubahan-perubahan dan permasalahan yang timbul di lapangan pendidikan, yang tidak mampu dijawab sendiri oleh filsafat saja, banyaknya ide-ide yang baru di dunia pendidikan.
2. Pengertian Filsafat Pendidikan
Berbagai pengertian tentang filsafat pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya :
1. Menurut Al-Syaibani, filsafat pendidikan yaitu aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat, filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan.
2. Menurut John Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosinal), menuju kearah tabiat manusia.
3. Menurut Bernadib, filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban daripada pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan.
Dengan demikian dari uraian diatas dapat kita tarik suatu pengertian bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan yang merumuskan kaidah norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.
3. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Dalam berbagai bidang ilmu sering kita dengar istilah vertikal dan horisontal. Istilah ini juga akan terdengar pada cabang filsafat bahkan filsafat pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke atas atau turun ke bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan. Hubungan vertikal antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.
Dalam buku filsafat pendidikan karangan Jalaludin dan Abdullah mengemukakan bahwa Brubachen mengatakan hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara yang satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut menghadapi problema-problema filsafat secara bersama-sama.
Sebagaimana kita ketahui bahwa filsafat yang kita jadikan pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan bangsa tersebut, tanpa terkecuali aspek dibidang pendidikan. Filsafat pendidikan yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa, sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan atau mewariskan nilai-nilai filsafat itu sendiri.
Hubungan antara filsafat dan pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah dan pedoman suatu system pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktifitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta menerangkan nilai-nilai yang ingin dicapai.
Kilpratik mengatakan bahwa: Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha, berfilsafat adalah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu didalam kehidupan.
Lebih lanjut, Bruner dan Burns secara tegas mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah merupakan tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing kearah kebijaksanaan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah realisasi dari ide-ide filsafat.
Diantara hubungan filsafat dengan teori pendidikan yaitu sebagai berikut:
a. Filsafat, dalam arti filosofis merupakan suatu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
b. Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata
c. Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
Menurut Saifullah dalam Jalaludin dan Abdullah (1997:23) antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan terdapat hubungan yang suplementer, yaitu sebagai berikut: Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi mengarahkan pusat perhatiannya dan memusatkan kegiatanya pada dua fungsi normative ilmiah, yaitu:
a. Kegiatan merumuskan dasar-dasar, tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang hakikat manusia, serta konsepsi dan hakikat pendidikan
b. Kegiatan merumuskan system atau teori pendidikan yang meliputi, politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat.
Filsafat dilihat dari fungsinya secara praktis adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika dibidang pendidikan. Oleh karena itu apabila dihubungkan dengan persoalan pendidikan secara luas, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan
Menurut (Arifin dalam Jalaludin dan Abdullah) keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan bukan merupakan insidental, artinya filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan, filsafat mengajukkan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki aspek realita dan pengalaman yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan.
Dalam hubungan antara filsafat (umum) dan filsafat pendidikan, maka filsafat pendidikan memiliki batasan-batasan sebagai berikut:
1. filsafat pendidikan merupakan pelaksana pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut pendidikan. Maka filsafat pendidikan berusaha untuk menjelaskan dan menerangkan supaya pengalaman ehidupan manusia ini sesuai dengan kehidupan baru.
2. mempelajari filsafat pendidikan karena adanya kepercayaan bahwa kajian itu sangat penting dalam mengembangkan pandangan terhadap proses pendidikan dalam upaya memperbaiki keadaan pendidikan.
3. filsafat pendidikan memiliki prinsip-prinsip, kepercayaan, andaian yang terpadu satu sama lain.

4. Fungsi dan Tugas Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai ilmu, pendidikan Islam bertugas untuk memberikan penganalisaan secara mendalam dan terinci tentang problema-problema kependidikan Islam sampai kepada penyelesaiannya. Pendidikan Islam sebagai ilmu, tidak melandasi tugasnya pada teori-teori saja, akan tetapi memperhatikan juga fakta-fakta empiris atau praktis yang berlangsung dalam masyarakat sebagai bahan analisa. Oleh sebab itu, masalah pendidikan akan dapat diselasaikan bilamana didasarkan keterkaitan hubungan antara teori dan praktek, karena pendidikan akan mampu berkembang bilamana benar-benar terlibat dalam dinamika kehidupan masyarakat.
Bila dilihat dari fungsinya, maka filsafat pendidikan islam merupakan pemikiran mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan islam, filsafat islam juga memberikan gambaran tentang sampai dimana proses tersebut dapat direncanakan dan dalam ruang lingkup serta dimensi bagaimana proses tersebut dilaksanakan, selain itu filsafat pendidikan islam juga bertugas melakukan kririk-kritik tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pendidikan islam sekaligus memberikan pengarahan mendasar tentang bagaimana metode tersebut harus didayagunakan secara efektif untuk mencapai tujuan. (Arifin, 2009: 2).
Dengn demikian filsafat pendidikan Islam seharusnya bertugas dalam tiga dimensi, yakni sebgai berikut:
1. memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan pada proses pelaksanaan pendidikan yang berdasarkan ajaran islam.
2. melakukan kritik dan dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut.
3. melakukan evaluais terhadap metode dari proses pendidikan tersebut.
Pola dan sistem berpikir filosofis dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan, manusia, dan dan alam sekitar menjadi menjadi objek pemikiran filsafat pendidikan Islam.
Dengan demikian filsafat pendidikan menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan Islam tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses kependidikan.

KESIMPULAN

Pendidikan adalah hal yang selalu berhubungan langsung dengan hidup dan kehiupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiannya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan cirri-ciri kemanusianya.
Filsafat pendidikan islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang pendidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran agama islam, tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya di jiwai oleh ajaran islam.
Filsafat dilihat dari fungsinya secara praktis adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika dibidang pendidikan. Oleh karena itu apabila dihubungkan dengan persoalan pendidikan secara luas, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan.
Hubungan antara filsafat dan pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah dan pedoman suatu system pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktifitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta menerangkan nilai-nilai yang ingin dicapai.

kompetensi: wacana normatif

1. Kompetesi : wacana normatif
Kompetensi merupakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh guru. Guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk maju, mampu melaksanakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya dalam kerangka pembangunan pendidikan.
Dengan demikian untuk menjadi guru yang dapat diandalkan oleh siswa, bangsa dan Negara, guru harus mememiliki, menghayati, dan mengaplikasikan kompetensi tersebut. Secara normatif kompetensi guru telah dijelaskan dalam undang-undang guru dan dosen dan dalam hal penentuan sikap guru memiliki kode etik yag menjembatani sekaligus sebagai panduan. Yang menjadi pertanyaan, mengapa kasus asusila marak dilakukan guru? Apakah tidak ada upaya pencegahan? dll. Kalau guru tidak berprinsip pada kode etik dalam kehidupannya baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat, maka UU, PP, Permendiknas, dan apapun namanya hanyalah sebuah wacana yang tidak dapat diaplikasikan.

2. realitas guru dilapangan (fokus pada kompetensi sosial dan kepribadian)
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi, berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, wali murid, lebih luas lagi masyarakat. Sehingga dengan memahami kompetensi social tersebut, guru diharapkan bertindak objektif, tidak diskriminatif, mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, santun, dan mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat pada umumnya.
Sedangkan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berahklak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik maupun masyarakat. Dengan demikian, guru diharapkan bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, guru harus menampakkan pribadi yang jujur, berahklak mulia, dapat menjadi tauladan, menjadi pribadi yang mantap, serta menjunjung tinggi kode etik professional.
Uraian diatas merupakan harapan serta yang harus dimiliki oleh seorang guru sehingga tugas guru sebagai pendidik, pengajar dapat berlangsung dengan baik, karena memang guru merupakan ujung tombak di dunia pendidikan, selain itu guru juga merupakan penentu kesuksesan pelaksanaan pendidikan atau pembangunan pendidikan.
Harapan diatas bertolak belakang ketika banyak kasus yang melibatkan oknum guru yang terjadi dilapangan baik tindakan pidana maupun kasus-kasus asusila, sehingga predikat guru sedikit menurun dimata masyarakat.

3. Apa yang harus dilakukan?
Kalau kita lihat banyaknya kasus pemidanaan guru kepengadilan banyak terkait dengan tindakan guru dalam mendisiplinkan peserta didik yang mungkin dengan cara yang dianggap keras oleh peserta didik sehingga dilaporkan pada orang tua dan berlanjut ke kepolisian, juga dengan alasan melanggar UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak khususnya pasal 54 yang menyebut bahwa sekolah merupakan zona bebas kekerasan terhadap anak, sehingga guru kerap di pidana.
Dengan maraknya kasus asusila maupun tindakan kriminal yang dilakukan oknum guru, sekiranya perlu adanya kerja sama yang baik dalam sistem pendidikan, mulai dari pemerintah, mendiknas, organisasi guru seperti PGRI, LSM-LSM yang bergerak di bidang pendidikan dan masyarakat. Selain itu guru juga harus mendapat perlindungan hukum sebab sesuai dengan UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru wajib mendapatkan perlindungan dari pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat. Termasuk optimalisasi peran PGRI sebagai organisasii keguruan.

TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA

I. Pendahuluan
Perkembangan masyarakat yang semakin kompetitif menuntut setiap orang untuk berkompetisi secara sehat. Demikian halnya dengan sebuah lembaga termasuk lembaga pendidikan kompetisi untuk merebut pasar menuntut setiap lembaga untuk mengedepankan kualitas dalam proses manajerialnya dan pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan persoalan kualitas ini, sekarang telah berkembang sebuah pendekatan, khususnya dalam proses menejerial, yaitu apa yang disebut Total Quality Manajemen (TQM).
TQM dapat digunakan untuk menggambarkan dua gagasan yang agak berbeda tetapi saling berkaitan. Pertama, adalah filsafat perbaikan terus menerus. Kedua, arti yang saling berkaitan menggunakan TQM untuk menggambarkan alat dan teknik, seperti brainstorming dan analisis lapangan, dimana digunakan untuk meletakkan perbaikan kualitas ke dalam tindakan. TQM baik dalam konteks pikiran ataupun aktivitas praktis merupakan sikap dari pikiran dan metode perbaikan terus menerus .
Tulisan ini akan memaparkan seputar pendekatan Total Quality Management (TQM) dalam pendidikan. Secara sistematis, pemaparan akan difokuskan pada beberapa aspek, atara lain; pengertian dan beberapa pandangan mengenai Total Quality Management (TQM), TQM dalam pendidikan, implementasi TQM dalam pendidikan.
II. Pengertian dan Beberapa Pandangan Tentang TQM
Untuk memahami Total Quality Management, terlebih dahulu perlu dijabarkan pengertian kualitas (quality), kualitas terpadu (Total Quality) dan manajemen kualitas terpadu (Total Quality Management).
A. Kualitas (Quality)
Istilah kualitas menjadi menderita karena sering digunakan untuk menggambarkan lambang-lambang seperti; kecantikan, kebaikan, kemahalan, kesegaran dan di atas semua itu, kemewahan. Karena itu, kualitas menjadi konsep yang sulit dimengerti dan hampir tidak mungkin ditangani. Bagaimana mungkin menangani sesuatu yang tidak jelas dan mempunyai arti demikian banyak .
Kualitas (quality) sering disama artikan dengan mutu. Kualitas sebenarnya telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, sampai sekarang, baik di dunia industri barang atau industri jasa, belum ada definisi yang sama tentang kualitas. Goetsch dan Davis mengibaratkan bahwa kualitas itu seperti halnya pornografi, yaitu sulit didefinisikan, tetapi fenomenanya atau tanda-tandanya dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan nyata .
Setiap orang dan organisasi memiliki pengertian kualitas yang berbeda-beda. Misalnya Fred Smith, CEO General Expres mengartikan kualitas adalah kinerja standar yang diharapkan oleh pemakai produk atau jasa (customer). Menurut General Servis Administration (GSA) kualitas adalah pertemuan kebutuhan customer pada awal mula dan setiap saat. Sementara menurut W. Edward Deming, salah seorang pioner kualitas menyatakan bahwa kualitas itu memiliki banyak kriteria yang selalu berubah. Namun demikian, definisi kualitas yang diterima secara umum mencakup elemen-elemen berikut: 1)mempertemukan harapan pelanggan (customer), 2) menyangkut aspek produk, servis, orang, proses dan lingkungan, dan 3) kriteria yang selalu berkembang yang berarti bahwa sebuah produk sekarang termasuk berkualitas, tetapi di lain waktu mungkin tidak lagi berkualitas. Jadi, kualitas adalah sesuatu yang dinamis yang selalu diasosiasikan dengan produk, servis, orang, proses, dan lingkungan.
Menurut Edward Sallis, kualitas itu memang sesuatu yang tarik menarik antara sebagai konsep yang absolut dan relatif. Namun, ia menegaskan bahwa kualitas sekarang ini lebih digunakan sebagai konsep yang absolut. Karena itu, kualitas mempunyai kesamaan arti dengan kebaikan, keindahan, dan kebenaran; atau keserasian yang tidak ada kompromi. Standar kualitas itu meliputi dua, yaitu; kualitas yang didasarkan pada standar produk/jasa; dan kualitas yang didasarkan pada pelanggan (customer). Kualitas yang didasarkan pada produk/jasa, memiliki beberapa kualifikasi: 1) sesuai dengan spesifikasi, 2) sesuai dengan maksud dan kegunaannya, 3) tidak salah atau cacat, dan 4) benar pada saat awal dan selamanya. Sementara itu, kualitas yang didasarkan pada customer, mempunyai kualifikasi; 1) memuaskan pelanggan (costomer satisfaction), 2) melebihi harapan pelanggan, dan 3) mencerahkan pelanggan .
Prinsipnya, tiga guru kualitas, yaitu Philip Crosby, Edward Deming dan Joseph Juran menyatakan bahwa komitmen yang harus dibangun dalam setiap diri terhadap kualitas adalah pemahaman bahwa : Pertama, kualitas merupakan kunci ke arah program yang berhasil. Kurang perhatian terhadap kualitas akan mengakibatkan kegagalan dalam jangka panjang. Kedua, perbaikan-perbaikan kualitas menuntut komitmen menajemen sepernuhnya untuk dapat berhasil. Komitmen kepada kualitas ini harus terus-menerus. Ketiga, perbaikan kualitas adalah kerja keras. Tidak ada jalan pintas atau perbaikan cepat. Menuntut perbaikan budaya bagi organisasi secara keseluruhan. Keempat, perbaikan kualitas menuntut banyak pelatihan. Kelima, perbaikan kualitas menuntut keterlibatan semua karyawan secara aktif, dan komitmen mutlak dari manajemen senior .
Menurut Crosby, kemutlakan bagi kualitas adalah: 1) kualitas harus disesuaian sebagai kesesuaian terhadap kebutuhan-kebutuhan, bukan sebagai kebaikan, juga bukan keistimewaan, 2) sistem untuk menghasilkan kualitas adalah pencegahan bukan penilaian, 3) standar kerja harus tanpa cacat, bukan “cukup mendekati tanpa cacat”, 4) pengukuran kualitas merupakan harga ketidaksesuaian, bukan pedoman. Karena itu, menurut tokoh yang sangat terkemuka dengan gagasan kualitas ini, bahwa manajemen adalah penyebab setidak-tidaknya 80 % masalah-masalah kualitas di dalam organisasi. Karena itu, satu-satunya jalan memperbaikinya adalah melalui kepemimpinan manajemen.
Crosby memberikan “vaksin kualitas” (Quality vaccine), yaitu: 1) Tujuan: manajemen merupakan satu-satunya alat yang akan mengubah citra organisasi, 2) pendidikan: membantu semua komponen organisasi mengembangkan satu pengertian umum tentang kualitas dan memahami peran mereka masing-masing di dalam proses perbaikan kualitas, 3) penerapan: membimbing dan mengarahkan program perbaikan .
B. Kualitas Terpadu (Total Quality)
Tidak berbeda dengan definisi kualitas, bahwa definisi kualitas terpadu (total) juga memiliki pengertian yang bermacam-macam. Menurut Departemen Pertahanan Amerika, kualitas terpadu itu mencakup aktivitas perbaikan secara terus menerus yang melibatkan semua orang di dalam organisasi, baik manajer maupun semua staf-stafnya dalam berusaha secara terintegrasi mencapai kinerja yang terus meningkat pada setiap tingkatan.
Jadi, kualitas terpadu pada dasarnya adalah sebuah pendekatan untuk melakukan sesuatu yang berusaha untuk memaksimalkan keunggulan kompetitif organisasi melalui perbaikan terus menerus dalam hal produk, servis, orang, proses dan lingkungannya. Secara sistematis, kualitas total memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) dasar-dasar yang strategis, 2) fokus pada pelanggan (internal dan eksternal), 3) obsesi dengan kualitas, 4) pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan memecahkan masalah, 5) komitmen jangka panjang, 6) kerja tim, 7) perbaikan proses secara kontinyu, pendidikan dan pelatihan, 9) kebebasan yang terkontrol, 10) kesatuan tujuan, dan 11) pelibatan dan pemberdayaan tenaga.

C. Total Quality Management (TQM)
Pengertian kulitas terpadu seperti di atas, memberikan kerangka yang jelas bahwa hakekat Total Quality Management (TQM) atau manajemen kualitas terpadu sebenarnya adalah filosofi dan budaya (kerja) organisasi (phylosopy of management) yang berorentasi pada kualitas. Tujuan yang akan dicapai dalam organisasi dengan budaya TQM adalah memenuhi atau bahkan melebihi apa yang dibutuhkan (needs) dan yang diharapkan atau diinginkan (desire) oleh pelanggan.
Dengan demikian, TQM dapat diartikan sebagai pengelolaan kualitas semua komponen (stakehorder) yang berkepentingan dengan visi dan misi organisasi. Jadi, pada dasarnya TQM itu bukanlah pembebanan ataupun pemeriksaan. Tetapi, TQM adalah lebih dari usaha untuk melakukan sesuatu yang benar setiap waktu, daripada melakukan pemeriksaan (cheking) pada waktu tertentu ketika terjadi kesalahan. TQM bukan bekerja untuk agenda orang lain, walaupun agenda itu dikhususkan untuk pelanggan (customer) dan klien. Demikian juga, TQM bukan sesuatu yang diperuntukkan bagi menajer senior dan kemudian melewatkan tujuan yang telah dirumuskan .
“Total” dalam TQM adalah pelibatan semua komponen organisasi yang berlangsung secara terus-menerus. Sementara “manajemen” di dalam TQM berarti pengelolaan setiap orang yang berada di dalam organisasi, apapun status, posisi atau perannya. Mereka semua adalah manajer dari tanggung jawab yang dimilikinya.
Senada dengan pengertian ini, Lesley dan Malcolm menyatakan bahwa dalam TQM, maka semua fungsionaris organisasi, tanpa kecuali dituntut memiliki tiga kemampuan, yaitu : Pertama, mengerjakan hal-hal yang benar. Ini berarti bahwa hanya kegiatan yang menunjang bisnis demi memuaskan kebutuhan pelanggan yang dapat diterima. Kegiatan yang tidak perlu maka jangan dilanjutkan lagi. Kedua, mengerjakan hal-hal dengan benar. Ini berarti bahwa semua kegiatan harus dijalankan dengan benar, sehingga hasil kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Ketiga, mengerjakan hal-hal dengan benar sejak pertama kali setiap waktu. Hal ini dilandasi dengan dasar pemikiran untuk mencegah kesalahan yang timbul. Prinsipnya, menurut Lesley dan Malcolm, TQM itu merupakan suatu pendekatan sistematis terhadap perencanaan dan manajemen aktivitas, yang memiliki motto: Do the right think, first time, every time, yaitu “kerjakan sesuatu yang benar dengan benar, sejak pertama kali, setiap waktu”
Goetsch dan Davis memberikan beberapa karakteristik manajemen kualitas : 1) komitmen total pada peningkatan nilai secara kontinyu terhadap customer, investor dan tenaga (staf), 2) lembaga memahami dorongan pasar yang mengartikan kualitas bukan atas dasar kepentingan organisasi tetapi kepentingan customer, dan 3) komitmen untuk memimpin orang dengan perbaikan dan komunikasi terus-menerus.
Fandy Ciptono dan Anastasia menjelaskan bahwa prinsip dan unsur pokok dalam TQM, sebagai berikut :
Pertama, kepuasan pelanggan. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas itu ditentukan oleh pelanggan (internal maupun eksternal). Kepuasan pelanggan harus dipenuhi dalam segala aspek, termasuk harga, keamanan, dan ketepatan waktu.
Kedua, respek terhadap setiap orang. Setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreatifitas tersendiri yang unik. Dengan begitu, setiap karyawan dipandang sebagai sumber daya organisasi yang paling bernilai. Karena itu, setiap karyawan dalam organisasi diperlakukan secara baik dan diberi kesempatan untuk mengembangkan diri, berbartisipasi dalam tim pengambilan keputusan.
Ketiga, manajemen berdasarkan fakta. Organisasi berorientasi pada fakta. Artinya bahwa setiap keputusan organisasi harus didasarkan pada data, bukan pada perasaan (feeling). Dua konsep pokok berkait dengan fakta; 1) prioritisasi (prioritization), yaitu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakaukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Dengan demikian, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. 2) variasi (variation), atau variabilitas kinerja manusia. Data dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap system organisasi. Dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
Keempat, perbaikan berkesinambungan.Perbaikan berkesinambungan merupakan hal yang penting bagi setiap lembaga. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCA (plan, do, check, act).

III. Konsep TQM dalam Industri dan Perdagangan
Amerika Serikat pernah menikmati situasi dimana standart hidupnya paling tinggi di dunia untuk jangka waktu 100 tahun. Mereka pernah menjadi pelopor dan pemimpin dalam perkembangan factor-faktor pendorong utama bagi peningkatan standar hidup, yaitu dalam perbaikan produktivitas, pertumbuhan, dan inovasi. Kemampuan pemanufakturan Amerika saat itu mampu memberikan basis ekonomi yang memungkinkan membangun masyarakat yang berstandar hidup terbaik di dunia. Akan tetapi sejak tahun 1980-an terjadi perubahan besar.
Amerika mulai kehilangan pasarnya, produktifitasnya tertinggal dari Jepang, tingkat pengangurannya meningkat dalam sektor manufaktur, dan posisi kompetitifnya semakin terkikis dalam pasar global. Semua ini merupakan gejala dari penurunan sektor industri Amerika. (Tjiptono dan Anastasia, 2003:8)
Pada mulanya Jepang hanya dalam mempromosikan produk di pasar global hanya mengandalkan harga murah atau pada aspek biaya sedangkan kualitas produk belum terlihat. Beberapa decade kemudian perusahaan- perusahaan Jepang menyadari bahwa kunci sukses di masa mendatang adalah kualitas. Oleh karena itu, Jepang sangat menaruh perhatian terhadap kualitas.
Berbagaikan upaya perbaikan dilakukan Jepang, misalnya mengirimkan tim khusus ke luar negeri untuk mempelajari pendekatan-pendekatan yang dilakukan perusahaan asing dan menerjemahkan literature asing yang terseleksi kedalam bahasa Jepang, mengundang dosen-dosen asing untuk dating ke Jepang dan memberikan kursus pelatihan kepada para manajernya. Jepang akhirnya menemukan strategi untuk menemukan revolusi dalam kualitas. Beberapa diantaranya adalah :
1. para manager tingkat atas secara personal mengambil alih pimpinan revolusi tersebut
2. semua level dan fungsi menjalani pelatihan untuk mengelola kualitas
3. perbaikan kualitas dilakukan dengan revolusioner dan terus-menerus
4. tenaga kerja dilibatkan dalam perbaikan kualitas melalui konsep pengendalian kualitas (Quality control)

Berkat usaha-usaha tersebut, maka pada pertengahan 1970-an kualitas barang-barang manufaktur Jepang, seperti mobil dan produk elektronika melampaui kualitas yang dihasilakan para pesaingnya dari Barat.
Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan bekesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Cara terba agar dapat memperbaiki kemampuan komponen-komponen tersebut secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan TQM.
Penerapan TQM dalam suatu perusahaan dapat memberikan beberapa manfaat utama yang pada ggilirannya meningkatkan laba serta daya saing perusahaan yang bersangkutan. Dengan melakukan perbaikan kualitas secara terus-menerus maka perusahaan dapat meningkatkan labanya melalui dua rute. Pertama rute pasar, dalam hal ini perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas.
Dalam buku” Managing Quality”, Garvin (dalam Bounds, et al 1994; Lovelock, 1994; Tjipto dan Anastasia 2003: 28) mengungkapkan bahwa kualitas sebagai suatu konsep sudah lama dikenal, tetapi kemunculannya sebagai fungsi manajemen baru terjadi akhir-akhir ini. Ia membagi pendekatan modern terhadap kualitas kedalam empat era kualitas, yaitu inspeksi (pendekatan untuk mengukur kualitas produk berdasarkan kinerja sesungguhnya), pengendalian kualitas statistical, jaminan kualitas, dan manajemen kualitas strategic.
Ada beberapa konsep TQM dalam industri dan perdagangan yang dikembangkan oleh beberapa ahli diantaranya :
1. Total Qualiti Control (TQC) yang dikemukakan pada tahun 1956 oleh Armand Feigenbaum. Ia berpendapat bahwa pengendalian harus dimulai dari perancangan produk dan berakhir hanya jika produk telah sampai ke tangan pelanggan yang puas.
2. Reliability engineering, muncul pada tahun 1950-an yang di dorong oleh kebutuhan Angkatan Bersenjata Amerika untuk memiliki peralatan elektronik dan senjata udara yang dapat diandalkan, bekerja dengan baik, menghindari kebutuhan untuk penggantian suku cadang yang mahal.
3. Zero defects, pertama kali dikemukakan oleh Martin Company pada tahun 1961-1962. konsep ini timbul karena kebutuhan pelanggan militer akan produk yang tidak hanya bekerja baik saat pertama kali, tetapi juga diserahkan tepat waktu. Konsep Zero defects lebih dipusatkan pada harapan manajemen dan hubungan antar pribadi daripada keterampilan rekayasa.
4. konsep teori Y dan Scanlon Plan, konsep ini mendorong manajer untuk menawarkan wewenang yang lebih besar kepada karyawan.

IV. Nilai-Nilai Kepemimpinan Pendidikan Tinggi di Indonesia
Kepemimpinan adalah unsur penting dalam TQM. Pemimpin harus memiliki visi dan mampu menerjemahkan visi tersebut kedalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik (Edwar Salis, 2008:189)
Mutu terpadu merupakan sebuah gairah dan pandangan hidup bagi organisasi yang menerapkannya. Pertanyaannya adalah bagaimana membangkitkan keinginan dan hasrat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Peters dan Austin pernah meneliti karakteristik tersebut dalam bukunya A Passion for Excellence. Penelitian tersebut meyakinkan mereka bahwa yang menetukan mutu dalam sebuah institusi adalah kepemimpinan. Mereka perpendapat bahwa gaya kepemimpinan tertentu dapat mengantarkan institusi pada revolusi mutu, gaya tersebut mereka namakan MBWA (Management by Walking About) atau manajemen dengan melaksanakan.
Peter dan Austin memberi pertimbangan spesifik pada kepemimpinan pendidikan yaitu dengan menekankan pentingnya pemimpin yang unggul dalam mencapai mutu. Mereka memandang bahwa pemimpin pendidikan membutuhkan perspektif-perspektif berikut ini:
1. Visi dan symbol-simbol. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai institusi kepada para staf, para pelajar dan kepada komunitas yang lebih luas
2. MBWA (Management by Walking About) adalah gaya kpemimpinan yang dibutuhkan oleh sebuah institusi
3. Untuk para pelajar, istilah ini sama dengan dekat degan pelanggan dalam pendidikan. Ini memastikan bahwa institusi memiliki focus yang jelas terhadap pelanggan utamanya
4. Otonomi, eksprimentasi dan antisipasi terhadap kegagalan. Pemimpin pendidikan harus melakukan inovasi diantara staf-stafnya dan besiap-siap mengantisipasi kegagalan yang mengiringi inovasi tersebut
5. Menciptakan rasa kekeluargaan. Pemimpin harus menciptakan rasa kekeluargaan diantara para pelajar, orang tua, guru, dan staf institusi
6. Ketulusan, kesabaran, semangat, intensitas, dan antusiasme. Sifat-siat tersebut merupakan mutu personal esensial yang dibutuhkan pemimpin lembaga pendidikan.

Sebagaimana yang ditekankan oleh para pakar diatas, bahwa komitmen mutu harus menjadi peran utama bagi seorang pemimpin, karena TQM adalah proses dari atas ke-bawa (top-down), dimana para pemimpin harus mampu mengorganisasikan serta menghendel bawahannya untuk mengembangkan mutu serta kualitas sehingga dapat memberikan yang terbaik bagi pelanggan, dalam hal ini peserta didik sebagai subyek.
Di Indonesia, nilai-nilai kepemimpinan baik pada institusi pendidikan maupun pada institusi-institusi pemerintahan lainnya belum terlihat kerja sama yang baik antara pemimpin dengan staf. Hal ini dikarenakan para pemimpin tidak dapat mengajak para stafnya untuk bekerjasama dalam mengembangkan mutu serta kualitas pelayanan karena pada dasarnya fungsi pemimpin adalah mempertinggi mutu dan mendukung para staf yang menjalankan roda mutu tersebut.
Dengan demikian nilai kepemimpinan pendidikan di Indonesia baik pada pendidikan tinggi maupun pendidikan pada umunya masih sangat jauh dengan penidikan di Eropa maupun di Asia. Hal ini kita lihat dengan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia di banding Negara-negara lain di Asia.
V. TQM dan Manajemen Pendidikan Tinggi di Indonesia
TQM adalah konsep manajemen yang mampu menyesuaikan diri dengan baik dalam filosofi umum, meskipun memang masih kurang dipraktekkan dalam dunia pendidikan karena memang tergolong baru. Sedangkan manajemen adalah upaya efektif dan efisiensi dengan mengeluarkan dana yang sedikit untuk mendapatkan penghasilan yang besar, dalam dunia pendidikan manajemen diartikan sebagai upaya pengorganisasian institusi pendidikan untuk mampu memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas dimana pelanggan atau peserta didik dapat menikmati dengan nilai materi yang terjangkau.
TQM dan manajemen merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan, karena kalau kita membicarakan mutu kualitas total tentu didalamnya ada peran manajemen sebagai upaya pengimplementasian daripada TQM tersebut.
Institusi yang efektif membutuhkan strategi-strategi yang bertujuan dan kuat agar mampu meraih hasil yang kompetitif, institusi memerlukan proses untuk mengembangkan strategi mutunya, yang mencakup:
a. Visi dan Misi yang jelas dan distingtif;
b. Focus pelanggan yang jelas;
c. Keterlibatan seluruh pelanggan, baik internal maupun eksternal dalam mengembangkan strategi;
d. Pemberdayaan staf dengan cara menghilangkan kendala dan membantu mereka dalam memberi kontribusi maksimum pada institusi melalui pengembangan kelompok kerja yang efektif;
e. Penilaian dan evaluasi efektifitas institusi dalam mencapai tujuan yang berhubungan dengan pelanggan.
Dalam intitusi pendidikan maupun perusahaan-perusahaan, beberapa langkah-langkah penting dan sederhana dan dapat diikuti dalam mengembangkan mutunya yaitu:
1. kepemimpinan dan komitmen terhadap mutu harus dating dari atas. Seluruh tokoh mutu menekankan bahwa tanpa dukungan dari manajemen senior, maka sebuah inisiatif mutu tidak akan bertahan lama.
2. mengembirakan pelanggan adalah tujuan TQM. Hal ini dapat dicapai dengan usaha yang terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan baik eksternal maupun internal
3. menunjuk fasilitator mutu sebagai pengendali mutu dalam mengembangkan program mutu serta mempublikasikan mutu
4. membentuk kelompok pengendali mutu. Perannya adalah untuk mengarahkan dan mendorong proses peningkatan mutu, mengembangkan ide sekaligus sebagai inisiator proyek
5. menunjuk coordinator mutu. Perannya adalah untuk membantu dan membimbing tim dalam menemukan cara baru dalam menengani dan memecahkan masalah
6. mengadakan seminar manajemen senior untuk mengevaluasi program
7. menganalisa dan mendiagnosa situasi yang ada, dalam hal ini institusi perlu menjelaskan arah dan tujuan yang ingin dicapai
8. menggunakan contoh-ontoh yang sudah berkembang ditempat lain
9. mempekerjakan konsultan eksternal
10. memprakarsai pelatihan mutu bagi para staf
11. mengkomunikasikan pesan mutu
12. mengukur biaya mutu
13. mengaplikasikan alat dan teknik mutu melalui pengembangan kelomok kerja yang efektif, dan
14. mengevaluasi program dalam interval yang teratur

Beberapa hal di atas harus menjadi perhatian serius dalam memanajemen pendidikan tinggi di Indonesia agar pencapaian mutu dapat terealisasikan sehingga tercipta sebuah institusi yang unggul baik internal yang berkaitan dengan penataan, pelayanan, serta komplektisitas yang dibutuhkan maupun ekternal yang berkaitan dengan outputnya dan kepuasan pelanggan atau pengguna jasa.

VI. Contoh Aplikasi TQM di Beberapa Lembaga Pendidikan Tinggi Indonesia
Di beberapa pendidikan tinggi di Indonesia sedang berusaha mengembangan TQM. Hal ini dilakukan dengan cara menata system organisasi dengan baik serta memahami kebutuhan peserta didik dalam jangka panjang. Sebagai contoh aplikasi dari pada TQM tersebut adalah pada saat proses belajar mengajar, dimana guru maupun dosen menggunakan Laptop, LCD, selain itu di masing-masing ruangan di berikan kamera peninjau sehingga dengan mudah dapat diketahui bagaimana proses berlangsung. Dalam lingkungan internal lainnya adalah sekolah maupun pendidikan tinggi menciptakan berbagai macam kebutuhan fasilitas seperti gedung yang memadai, guru/dosen yang kompeten, penataan organisasi yang moderen, serta disediakannya infrastruktur pendukung seperti lapangan olahraga, tempat khusus kegiatan siswa/mahasiswa, dan sarana prasarana yang mendukung.
VII. Implikasi TQM dalam Meningkatkan Pendidikan
Insitusi yang efektif memerlukan strategi yang kuat dan maksud tertentu untuk menghadapi suasana kompetitif dan orientasi di masa depan. Untuk menjadi efektif di dalam masa sekarang, intitusi memerlukan proses pengembangan strategi kualitas, antara lain ; 1) misi yang jelas dan tertentu, 2) menfokuskan kustomer secara jelas, 3) strategi untuk pencapaian misi, 4) pelibatan semua kustomer, baik internal maupun eksternal, di dalam pengembangan strategi, 5) penguatan staff dengan menggerakkan penghalang dan bantuan untukmembuat konstribusi maksimal terhadap institusi melalui pengembangan kelompok kerja yang efektif, 6) penilaian dan evaluasi keefektifan insitusi menghadapi tujuan yang diharapkan oleh kustomer.
Untuk memulai mengimplementasikan manajemen kualitas total adalah sebuah tugas yang sulit. Terdapat sejumlah langkah yang simple dan penting untuk mengimplementasikan TQM dalam pendidikan, yaitu sebagai berikut :
1. Kepemimpinan dan komitmen terhadap kualitas harus datang dari atas “Hukum besi” dari kualitas. Semua model kualitas menekankan bahwa tanpa dorongan dari manajer senior inisiatif kualitas tidak akan berlangsung lama. Pendidikan tidak terkecuali berlaku juga hukum besi. Pimpinan sekolah harus menunjukkan komitmen yang kuat dan terus-menerus dan memimpin jalan sambil mendorong kepala sekolah, wakil kepela sekolah dan supervisor lain untuk melakukan usaha secara serius.
2. Menyenangkan kustomer Ini dicapai dengan kerja keras secara kontinyu untuk memenuhi kebutuhan dan harapan kustomer. Kebutuhan kustomer diditentukan oleh pencarian secara reguler pandangan mereka. Terdapat bermacam-macam metode dari pekerjaan ini, seperti – memfokuskan kelompok, kuesioner, kelompok penasehat, hari yangterbuka dan percakapan informal dengan orang-orang.
3. Menunjuk fasilitator berkualitas. Pengabaian terhadap posisi aktual dari seseorang di dalam hirarkhi adalah penting bahwa fasilitator yang ditunjuk harus melaporkan secara langsung kepada kepala sekolah. Ini adalah pertangung jawaban dari fasilitator untuk mempublikasikan program dan mengarahkan kelompok pengarah yang berkualitas di dalam pengembangan program yang berkualitas.
4. Membentuk kelompok pengarah yang berkualitas. Kelompok ini harus mewakili kepentingan dan harus memiliki perwakilan dari tim nanajer senior. Peranannya adalah untuk mendorong dan membantu proses perbaikan kualitas. Baik sebagai pusat gagasan ataupun inisiator proyek.
5. Mengangkat koordinator yang berkualitas Ini berguna di dalam banyak inisiatif untuk memiliki orang-orang yang punya waktu untuk melatih dan penasehat orang lain.
6. Mengadakan seminar manajemen senior untuk mengevaluasi perkembangan. Tim manajemen senior tidak akan komit terhadap proses kalau mereka mengatakan dengan baik tentang filsafat dan metode. Ini penting untuk membangun tim manajemen senior yang sehat dan teritegrasi secara baik.
7. Menganalisa dan mendiagnosis situasi terkini, hal ini penting dan tidak harus disepelekan karena memberikan arah dari proses secara keseluruhan. Semua institusi perlu menjadi jelas kemana mereka akan berjalan.
8. Menggunakan model di tempat lain yang telah berkembang ini dapat diadaptasi dari pekerjaan dari seorang “guru” berkualitas, model pendidikan secara khusus, atau satu perusahaan lokal yang bisa diadaptasi.
9. Menempatkan konsultan eksternal, ini mulai sangat popular pada perusahaan industri, khususnya yang menerapkan BS5750 atau ISO9000.
10. Memulai training staf tentang kualitas pengembangan staf dapat dilihat sebagai jalan penting untuk membangun kesadaran dan pengetahuan yang berkualitas. Hal ini dapat menjadi kunci agen perubahan strategis untuk pengembangan budaya berkualitas. Ini juga penting di dalam tahap awal implementasi bahwa setiap orang dilatih di dalam dasar-dasar TQM. Staf perlu pengetahuan banyak mengenai alat-alat kunci termasuk pembentukan teamwork, metode evaluasi, problem solving dan teknik pemecahan masalah.
11. Mengkomunikasikan pesan-pesan kualitas,strategi, relevansi dan kegunaan dari TQM perlu terkomunikasikan secara efektif. Terdapat banyak sekali kesalahpahaman seputar tujuan dari kualitas. Sifat alamiah jangka panjang dari program perlu dibuat jelas. Pengembangan staf, training dan pembangunan tim adalah beberapa dari jalan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
12. Menerapkan peralatan dan teknik berkualitas melalui pengembangan kelompok kerja secara efektif. Pendekatan ini memfokuskan pada upaya mendapatkan sesuatu yang dilakukan untuk mencapai kesuksesan sejak awal. Ini memfokuskan pada sesuatu bahwa institusi mengetahui harus melakukan perbaikan, dan menyeleksi alat-alat yang benar untuk mengontrolnya. Memulai proses TQM dengan menangani pokok problem dengan menghindari kelumpuhan TQM. Tatkala menata tim aksi perbaikan atau kelompok tugas adalah penting untuk mengenal bahwa banyak isu dapat hanya dikontrol dengan tim perbaikan lintas organisasi.
13. Mengevaluasi program secara regular. Program TQM yang keluar dari inti TQM atau menjadi keluar rel. Pandangan dan evaluasi reguler perlu menjadi bagian integral dari program. Kelompok pengarah harus menangani pandangan per semester dan tim manajemen senior harus mempertimbangkan laporan mereka dan melakukan monitoring.
Persyaratan Implementasi TQM
Untukmelakukan suatu perubahan seringkali tidak mudah, apalagi bila mangkut perubahan yang besifat fundamental dan menydluruh. Biasanya setiap perubahan pasti menghadapi penolakan. Berkaitan dengan perubahan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhaiakn, yaitu:
a. Perubahan sulit berhasil bila manajemen puncak tidak menginformasikan proses perubahan secara terus-menerus kepada para karyawanya.
b. Persepsi karyawan atau interpretasinya terhadap perubahan. Karyawan akan mendukung perubahan bila mereka merasa bahwa manfaat dari perubahan akan lebih besar daripada biaya yang ditimbulkan (terutama personal cost).
Guna mengatasi dua hal diatas, maka seorang manajer sangat diharapkan untuk memberikan sebanyak mungkin informasi mengenai setiap perubahan kepada para karyawannya, menyapaikan alasan atau dasar pemikiran perlunya dilakukan perubahan, melakukan pertemuan tertentu dengan karyawan untuk membahas setiap perubahan dan kemungkinan pengaruhnya terhadap mereka.
Ada beberapa persyaratan untuk melaksanakan TQM diantaranya: Komitmen dari manajemen puncak, adanya steering committee dari seluruh organisasi, perencanaan dan publikasi, dan pembentukan infrastruktur yang mendukung penyebarluasan dan perbaikan secara berkesinambungan.

reviev tentang internet

1)INTERNET
Pengertian Internet
Istilah Internet berasal dari bahasa latin ”inter” yang berarti ”antara”. Internet dapat diartikan jaringan komputer luas yang menghubungkan pemakai komputer satu komputer lainnya dan dapat berhubungan dengan komputer dari suatu Negara ke Negara di seluruh dunia, di mana di dalamnya terdapat berbagai aneka ragam informasi fasilitas layanan internet.
Sejarah Terbentuknya Internet
Pada tahun 1969 ARPA (Advanced Research Project Agency), sebuah bagian dalam Kementerian Pertahanan Amerika Serikat memulai sebuah proyek, yang di satu sisi menciptakan jalur komunikasi yang tak dapat dihancurkan dan di sisi lain memudahkan kerjasama antar badan riset di seluruh negeri, seperti juga industri senjata. Maka terbentuklah ARPANet.
Bila pada awalnya komputer sejenis yang melakukan pertukaran data, bertambahnya komputer dengan berbagai sistem operasi lain menuntut solusi baru komunikasi yang tak terbatas antar semua badan yang tergabung dalam jaringan. Untuk itu dibuat Internetting Project, yang mengembangkan lebih lanjut hasil yang telah dicapai dalam ARPANet., agar media komunikasi baru ini juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai sistem yang tergabung. Kemudian vendor-vendor komputer meramaikan lalu lintas jaringan tersebut untuk berbagai kebutuhan sehingga terciptalah INTERNET.
Cara Mengakses Internet
1)Sambungan Langsung ke Network
Seseorang dapat menggunakan sebuah komputer yang secara langsung mempunyai hubungan ke INTERNET. Sebagai contoh, seseorang mungkin menggunakan sebuah PC yang merupakan bagian dari sebuah jaringan komputer yang mempunyai hubungan ke INTERNET. Dalam kasus ini, sistem seseorang menjadi host INTERNET penuh, yaitu mempunyai alamat elektronik sendiri.
2) Sambungan dengan menggunakan SLIP/PPP
Untuk menggunakan hubungan dial-up, seseorang memerlukan sebuah alat untuk mengkonversi sinyal komputer (digital) menjadi sinyal telepon (analog), dan sebaliknya. Alat untuk mengkonversi sinyal digital ke sinyal analog disebut Modulator, sedangkan alat untuk mengkonversikan sinyal analog ke sinyal digital disebut Demodulator. Untuk mengakses ke INTERNET melalui hubungan telepon, seseorang memerlukan sebuah modem (modulator-demodulator). Selain itu diperlukan juga TCP/IP dan software SLIP atau PPP seperti Linux, Warp dan lain-lain.
3) Sambungan langsung ke On-Line Service seperti BBS, Compuserve.
Untuk menjadi sebuah host INTERNET tanpa harus memiliki hubungan full-time ke INTERNET (yang umumnya sangat mahal), ada sebuah cara mensetup sebuah host INTERNET melalui hubungan telepon. Untuk melakukan hal tersebut, seseorang perlu mengadakan perjanjian dengan sebuah host INTERNET yang lain yang bertindak sebagai titik hubungan. Selanjutnya, diperlukan sejumlah program yang disebut sebagai PPP (Point to Point Protocol) dan SLIP (Serier Line Internet Protocol) melalui jalur telepon, PPP menyediakan TCP?IP untuk workstation tersebut.
Pelayanan Utama dalam Internet
Software yang mendukung internet menyediakan banyak pelayanan teknis. Bagian ini akan membahas 4 pelayanan INTERNET yang paling penting dan mendasar:
1. Pelayanan Mail
Pelayanan untuk mengirim dan menerima pesan-pesan. Setiap pesan yang dikirim dari satu sistem ke sistem-sistem yang lain menuju tujuan akhir. Di belakang layar, pelayanan mail memastikan bahwa pesan-pesan yang dikirim dan diterima secara lengkap pada alamat yang benar.
2. Pelayanan Telnet
Pelayanan yang memberikan kesempatan anda menghubungi sistem remote atau sistem yang terletak di tempat yang jauh. Sebagai contoh, anda dapat menggunakan telnet untuk menghubungi sebuah host/provider di negara lain. setelah anda menghubungi host tersebut, anda dapat login ke host tersebut (usename dan password yang sah). Setelah itu anda dapat bertukar data melalui INTERNET.
3. PelayananFile Transfer protocol (FTP)
Pelayanan tranfer file dari satu sistem ke sistem lain. dalam INTERNET, anda dapat mentranfer file dari host ke sebuah host remote. Proses ini disebut uploading, dan sebaliknya jika anda mentransfer file dari host remote ke host lokal disebut downloading.
4. Pelayanan Client/Server
Program Client meminta dukungan program Server. Sebagai contoh, Gopher Client menampilkan menu, setelah anda memilih perintah-perintah dalam menu, Gopher Client menghubungi Gopher Server yang sesuai (tidak peduli di mana lokasi dalam INTERNET) dan meneksekusi permintaan anda.
Jenis-jenis Layanan Internet
a. Electronic Mail (E-mail)
Fungsi: Mengirim atau menerima surat ke/dari seluruh penjuru dunia.
Sebagai pemakai INTERNET, Anda dapat mengirim dan menerima pesan dari pemakai INTERNET lain dari berbagai penjuru dunia. Namum selain pesan-pesan pribadi, dengan E-mail dapat juga mengirim dan menerima file binary. Maka secara virtual Anda dapat mengirim dan menerima segala tipe data. Sistem mail INTERNET adalah tulang punggung (dan motivasi awal) dari Internet itu sendiri.
b. File Tranfer Protokol (FTP)
Fungsi: Mengirim dan menerima file antar host dari seluruh penjuru dunia.
Anonymous FTP memungkinkan pengaksesan ke server. FTP dengan login anonymous tanpa memerlukan password. Anonymous FTP adalah salah satu dari pelayanan dalam Internet yang cukup penting. Dengan akses ke berbagai anonymous FTP, Anda dapat memperoleh file-file secara grafis. Anda dapat menemukan program-program, gambar-gambar, majalah elektronik, artikel-artikel dalam kelompok diskusi tertentu. Salah satu program FTP adalah WS_FTP.
c. Tele Networking (TelNet)
Fungsi: Mengakses komputer (host/server) dari jauh/Remote login. Telnet adalah program yang memungkinkan komputer kita menjadi terminal dari komputer lain di Internet. Telnet memungkinkan kkita untuk masuk (log in) sebagai pemakai komputer jarak jauh dan menjalankan program komputer layanan yang ada di komputer tersebut.
d. User’s Network (Use Net)
UseNet adalah sistem kelompok diskusi di mana artikel-artikel di distribusikan ke seluruh dunia. UseNet memiliki ribuan kelompok diskusi, sehingga tidak heran jika UseNet meliputi segala macam topik yang mungkin anda inginkan.
e. World Wide Web (WWW)
Sering disebut ”The WEB atau W3”, merupakan system dalam internet yang memiliki fasilitas pencarian dan pemberian informasi yang cepat dengan menggunakan teknologi hypertex. Di WWW, struktur sumber daya Internet dapat dibandingkan dengan jaring laba-laba. Bila dilihat polanya, jaringan ini terdiri atas lingkaran-lingkaran berbagai ukuran yang berupa pada titik tengah yang sama. Dari titik tengah ini terbentuk garis-garis penghubung yang tegak lurus pada lingkaran, sehingga terdapat titik simpul. Bila pada struktur pohon percabangan merupakan jalur hubungan, pada web semua garis merupakan jalur hubungan setiap titik simpul yang mengandung data.
f. Internet Relay Chat (IRC)
Internet Relay Chat/IRC merupakan fasilitas untuk komunikasi langsung dengan menggunakan keyboard. Anda dapat ambil bagian dalam komunikasi publik dengan sekelompok orang. Atau, jika Anda inginkan, Anda dapat menggunakan IRC untuk mengatur komunikasi pribadi dengan orang-orang tertentu, yaitu sejenis teleconference.
g. Internet Phone/Conference
Fasilitas untuk melakukan percakapan jarak jauh via INTERNET. Untuk itu diperlukan aplikasi khusus dan dukungan hardware multi media.
h. WAIS Server
WAIS (Wide Area Information Service) menyediakan cara lain untuk menemukan informasi yang tersebar dalam INTERNET. WAIS mampu mengakses segala database yang besar (seperti dokumen, file berisi gambar, video dan suara).
Beberapa Istilah Internet
 American OnLine (AOL)
Layanan komersial yang menyediakan browser Internet-nya sendiri.
 Browser
Aplikasi yang ada di komputer anda, mirip dengan aplikasi pengolah kata atau aplikasi lain, yang dirancang untuk membaca tipe file data tertentu. Untuk mengakses WWW, anda membutuhkan program software internet browser ini.
 CU-See Me
Aplikasi yang memungkinkan konferensi video pada Internet.
 Cyberspace
Tempat virtual di mana orang dapat berkomunikasi dan bertemu.
 Domain Name
Bagian yang membentuk IP address pada Internet. Domain name terdiri dari dua bagian atau lebih yang terpisah oleh tanda titik. Bagian paling kiri adalah bagian yang paling penting, menunjukkan tujuannya. Contoh: WWW menunjukkan Web Server Mail. Sembarang Domain Name akan “melebur” menjadi hanya satu IP address yang unik untuk setiap mesin. Bagian sebelah kanan menunjukkan tipe site. Contoh: gov menunjukkan Negara asal site, misalnya id meninjukkan Negara Indonesia.
 E-Mail
Mirip surat pos, tetapi dikirimkan secara elektronik, sehingga tiba di tempat tujuan nyaris dalam tempo seketika itu juga. E-Mail yang berisikan pesan dikirim ke komputer anda dan akan terus ada di komputer itu sampai anda mengambilnya (membuka, menyimpan atau membuangnya).
 Eudora
Aplikasi e-mail desktop yang populer karena lingkungan grafis dan kemampuannya untuk bekerja di hampir semua jenis server (PC maupun Macintosh).
 FAQ
Frequently Asked Questions merupakan daftar yang memuat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang paling sering diajukan tentang topik tertentu.
 FTP (File Transfer Protocol)
Program yang digunakan pada komputer berbasis Windows untuk mentransfer file (software atau dokumen) pada Internet.

 GIF (Graphics Interchange Format)
Jenis image yang seringkali dipakai pada web pages karena kemampuannya untuk me-render warna latar belakang sebagai transparan.
 Gopher
Program berbasis teks yang digunakan untuk mem-browser daftar menu Internet pada berbagai Server Gopher.
 Home Page
Halaman-halaman yang menampung berbagai informasi dari suatu perusahaan, institusi atau pribadi. Contoh: White House, Home Page berisiskan informasi politik kebijakan Presiden AS.
 HTML
HyperText Markup Language- Bahasa standar yang digunakan browser Internet untuk membuat halaman dan dokumen yang di pajang pada Web. Selain memungkinkan komputer berkomunikasi, HTML juga menyediakan link di antara file-file yang ada di komputer yang berbeda dan dipisahkan oleh jarak yang jauh.
 HTTP
HyperText Transfer Protocol- Protokol yang memungkinkan bermacam-macam komputer yang saling berkomunikasi dengan menggunakan bahasa HTML.
 HyperLink
Bagian dari Web page yang menghubungkan Anda ke file lain, menyediakan seamless link (hubungan) ke file-file pada komputer lain. Biasa dikenal sebagai link. Mengklik hyperlink berarti mem-browse WWW dan mengunjungi berbagai likasi.
 Hypermedia document
File data berisi banyak informasi yang dikirimkan melalui Internet ke komputer Anda dan dimunculkan secara grafis dalam cara yang user friendly.
 HyperText
Salah satu cara untuk me-link banyak file. Teks yang mengandung hyperText biasanya digarisbawahi. Untuk melihat ‘kait’nya Anda cukup mengklik pada teks tersebut.


2) APLIKASI OFFICE DI MKPP
Dalam proses pembelajaran terutama di jurusan MKPP (Magister Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan) sangat diperlukan kejelihan kita dalam penggunaan office karena itu sangat diperlukan lebih kelancaran proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Aplikasi Office dalam Proses Pembelajaran, antara lain:
1) Microsoft Office Word digunakan untuk mengerjakan atau mengetik berbagai tugas-tugas yang ada yang telah diberikan oleh dosen.
2) Microsoft Office PowerPoint digunakan untuk memprsentasikan makalah atau laporan.
3) Microsoft Office Excel digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan penghitungan (statitika).