Sabtu, 16 April 2011

soal UTS Hukum Adat

UJIAN TENGAH SEMESTER

NAMA MATA KULIAH : Hukum Adat
JURUSAN/SMT : CIVIC HUKUM/VI
WAKTU : 1 Minggu
DOSEN PEMBINA : Arifin, S.Pd
SIFAT : Take Home
perintah:
1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas.
2. Percayalah pada diri saudara sendiri dan jangan melakukan kerjasama dengan rekan saudara.
3. Gunakan kertas lembar jawaban yg disediakan oleh fakultas
4. Jawaban UTS dikumpulkan paling lambat hari sabtu tgl 23 April di kumpulan di jurusan

Soal:
1. Pada prinsipnya menurut hak ulayat, tanah tidak dapat dilepaskan kepada masyarakat hukum atau orang asing. Berikan analisis saudara bagaimana kalau pemerintah menginginkan suatu pembangunan untuk kepentingan bangsa pada umumnya terhadap tanah yang ditempati oleh masyarakat adat.!
2. Berikan penjelasan saudara tentang adat yang memiliki kekuatan hukum dan adat yang tidak memiliki kekuatan hukum (adat saja).!
3. Sebutkan dan jelaskan empat sifat umum hukum adat Indonesia?
4. Secara teoritis dasar penggolongan masyarakat hukum adat itu ialah berdasarkan ukuran asas keturunan atau geneologis dan ukuran asas kedaerahan atau teritorial. Jelaskan masyarakat hukum adat berdasarkan geneologis dengan masyarakat hukum adat berdasarkan teritorial.

@@selamat bekerja@@

Kamis, 24 Februari 2011

Sejarah Ujian Nasional

Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, sistem ujian nasional telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan. Perkembangan ujian nasional tersebut, yaitu:

1. Periode 1965 - 1971

Pada periode ini, sistem ujian akhir yang diterapkan disebut dengan Ujian Negara, berlaku untuk hamper semua mata pelajaran. Bahkan ujian dan pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat dan seragam untuk seluruh wilayah di Indonesia.

2. Periode 1972 - 1979

Pada tahun 1972 diterapkan sistem Ujian Sekolah. Dengan penerapan ini, setiap atau sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian akhir masing-masing. Soal dan pemprosesan hasil ujian semuanya ditentukan oleh masing-masing sekolah/kelompok sekolah. Pemerintah pusat hanya menyusun dan mengeluarkan pedoman yang bersifat khusus.

3. Periode1980 - 2000

Untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu pendidikan serta diperolehnya nilai yang memiliki makna yang "sama" dan dapat dibandingkan antar-sekolah, maka sejak tahun 1980 dilaksanakan ujian akhir nasional yang dikenal dengan sebutan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Dalam Ebtanas dikembangkan sejumlah perangkat soal yang "parallel" untuk setiap mata pelajaran dan penggandaan soal dilakukan di daerah.

4. Periode 2001 - 2004

Sejak tahun 2001, Ebtanas diganti dengan penilaian hasil belajar secara nasional dan kemudian berubah nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN) sejak 2002. Perbedaan yang menonjol antara UAN dengan Ebtanas adalah dalam cara menentukan kelulusan siswa, terutama sejak tahun 2003. Dalam Ebtanas, kelulusan siswa ditentukan oleh kombinasi nilai semester I (P), nilai semester II (Q), dan nilai Ebtanas murni (R), sedangkan pada UAN ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual.

5. Periode 2005 - sekarang

Untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang bermutu, pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/SMK/MA/SMALB/SMKLB.

6. Periode 2008 - sekarang

Untuk mendorong tercapai target wajib belajar pendidikan yang bermutu, mulai tahun ajaran 2008/2009 pemerintah menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD/MI/SDLB.

Sumber: Kemdiknas.go.id

Kamis, 06 Januari 2011

Perlindungan hukum profesi guru

Perlindungan Hukum Profesi Guru
Oleh: Arifin (09370009)


Relasi sosial antarmanusia meniscayai seseorang mempunyai peranan sosial. Melalui komunikasi seseorang bisa berperan sebagai penerima pesan, sementara pada saat lain sebagai penyampai pesan. Manakala proses komunikasi berlangsung, secara psikologis dan sosiologis segera akan terlihat siapa yang disebut dewasa, dan siapa yang belum dewasa. Dalam dunia pendidikan, ada pihak yang disebut pendidik (guru), ada pula pihak yang disebut subjek didik (siswa).
Dalam menjalankan tugasnya guru berhak memperoleh perlindungan hukum yang sepenuhnya dilindungi Undang-Undang (Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen). Abduhzen (2008) mengemukakan bahwa sebagai sebuah profesi, dalam bekerja guru memerlukan jaminan dan perlindungan perundang-undangan dan tata aturan yang pasti. Hal ini sangat penting agar mereka selain memperoleh rasa aman, juga memiliki kejelasan tentang hak dan kewajibannya, apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan, serta apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan pihak lain kepada mereka, baik sebagai manusia, pendidik, dan pekerja.
Berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen kategori perlindungan terhadap guru yakni perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Ketiga perlindungan tersebut wajib diberikan kepada guru oleh pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan satuan pendidikan. Pada kolom ini saya mengetengahkan pada perlindungan hukum atas profesi guru. Berkaitan dengan tindakan orang tua terhadap guru.
Ketika orang tua sedang menasehati anak-anaknya, perbuatanya dikatakan mendidik. Dan oleh karenanya orang tua disebut mendidik. Seseorang pemimpin yang mengingatkan kesalahan bawahanya, juga melakukan perbuatan mendidik, karena itu disebut pula pendidik. Demikian halnya para guru disekolah yang membelajari siswa-siswinya selalu disebut pendidik karena ia melakukan perbuatan mendidik. Tetapi perlu di ingat tidak serta merta orang tua dan para pemimpin yang melakukan berbuatan mendidik disebut tenaga pendidik. Karena menjadi pendidik ada kaidah-kaidah yang mengatur.
Kegiatan mendidik yang dilakukan oleh guru disekolah tidak sedikit yang menjadi masalah misalnya ketika guru memukul, mencubit, siswanya dengan tujuan mendidik, akan tetapi tidak sedikit hal ini menjadi masalah bagi siswa dan melaporkanya kepada orang tua. Reaksi-reaksi orang tua yang berlebihan terhadap hal tersebut berujung kepada penuntutan orang tua terhadap guru. Kasus –kasus seperti ini membawa guru pada ranah pelanggaran yang tidak jelas selain melanggar kode etik, juga dikatakan sebagai tindak pidana serta kekerasan terhadap anak.
Dengan hal-hal yang sepele seperti itu tidak sedikit juga orang tua yang langsung memarahi guru atau menuduhnya telah melakukan pelanggaran pidana. Disinilah pentingnya perlindungan itu ditegakkan terutama pada relasi antar guru dengan siswa.
Sejatinya orang tua harus memahami tindakan guru tersebut adalah upaya mendidik anak-anaknya, karena orang tua sudah dengan senang hati menitipkan anak-anaknya kepada guru. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya mispersepsi orang tua terhadap perilaku guru di sekolah diantaranya:
1. Perlu adanya kontrak kesepakatan antara sekolah dengan orang tua siswa terutama mengenai peraturan kedisiplinan di sekolah, tindakan guru terhadap siswa yang melanggar peraturan. Sehingga orang tua sudah mengetahui batas-batas pelanggaran yang diberikan oleh guru.
2. Melakukan sosialisasi Undang-Undang kepada orang tua siswa. Hal ini dilakukan agar orang tua mengetahui bahwa profesi guru dilindungi oleh Undang-Undang. Sehingga muncul kesadaran orang tua untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak merugikan guru.

Sekedar simpati dan empati saja tidaklah cukup sebagai landasan agar prospek profesi keguruan semakin baik, handal, unggul dan professional. Namun begitu, kesadaran akan pentingnya perlindungan kepada guru setidak-tidaknya akan menggugah para guru untuk tetap dalam integritas pengabdiannya.
Perlindungan hukum ini tentu saja harus dimengerti dan dihargai oleh pihak lain yang terkait dengan profesi keguruan. Termasuk oleh para orangtua, yang dengan sengaja dan penuh kesadaran menitipkan anak-anaknya untuk dididik di sekolah.

soal hukum perdata

jawablah soal-soal berikut ini dengan singkat dan jelas

jawaban dikumpulkan di Jurusan Civic Hukum paling lambat tanggal 15 Januari 2011


semua jawaban di tulis tangan

Oleh: Arifin, S.Pd

Soal:

1. Jelaskan sistematika hukum perdata

2. Apa yang saudara ketahui tentang:
a.Anak syah
b.Anak tidak syah
c.Pendewasaan
d.pengampunan
e.testamen

3. Dalam melakukan tindakan hukum, tidak semua orang memiliki kewenangan dan kecakapan bertindak secara hukum, maka diperlukan perbantuan! Jelaskan siapa yang melakukan tindakan terhadap orang yang tidak cakap tersebut?

************* selamat mengerjakan *****************

Kamis, 30 September 2010

pengertian sosiplogi pendidikan

Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum dan sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum. Sedangkan Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu menyelidiki suatu aspek kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya: sosiologi masayarakat desa, sosiologi masyarakat kota, sosiologi agama, sosiolog hukum, sosiologi pendidikan dan sebagainya.Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus.

Beberapa defenisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:

1.

Menurut F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.
2.

Menurut H.P. Fairchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology” dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.
3.

Menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
4.

Menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
5.

Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
6.

Menurut Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.

Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.



DAFTAR PUSTAKA

H. Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (http://www.fatamorghana. wordpress.com, diakses 20 Maret 2008).

Download Definisi Sosiologi Pendidikan

Selasa, 06 Juli 2010

UN Murni politis

Akhirnya, Ujian Nasional (UN) tetap terlaksana juga setelah melalui perdebatan yang cukup alot yang mengundang banyak perhatian masrakat, mulai dari yang berpendidikan tinggi, rendah, pengusaha, pedagang kecil, bahkan yang tidak sekolah dan tidak mengerti pendidikan sekalipun. UN memang tidak hanya diketahui oleh orang yang berpendidikan dan ahli di bidangnya, masyarakat kecil kalau ditanya pasti akan mengetahui meski hanya sebatas tahu. Hal ini mereka bisa ketahui melalui tayangan televisi, cerita rakyat, mengetahui banyak anak-anak yang depresi, frustasi, bunuh diri, bahkan bisa di dengar sampai ke pelosok daerah. Ini realitas atas implementasi UN yang syarat akan kekuatan politis.
Ketika ujian nasional sudah menjadi bagian dari kepentingan politik tertentu, maka tujuannya menjadi mengambang. Bahkan tujuan akan terasa semakin kabur ketika intervensi penguasa kelewat dominan. UN juga tidak lagi upaya yang baik untuk mengetahui, mengukur, pemetaan mutu, melainkan UN menjelma menjadi agen kepentingan politik penguasa dan momok bak sosok “hantu” bagi peserta didik.
Bilamana sebuah agenda besar seperti ini (UN) menjadi alat bagi para penguasa, yag terjadi bukannya proses pembangunan mentalitas manusia-manusia Indonesia, justru malah suatu proses pembunuhan terhadap karakter bangsa pada umumnya, siswa khususnya. UN kemudian menjadi satu-satunya alat yang mumpuni untuk menindas melalui kepentingan politik tertentu.

Kritikan
Lantas bagaimana kita menyikapinya? Lewat tulisan ini, penulis tetap menggap relevan, atau bahkan menjadi wajib mengagendakan kritik atas kebijakan pendidikan (UN). Segudang kritik bertujuan untuk mewujudkan keadilan dalam sistem pendidikan kita. Sebab, ketika UN menjadi representasi dari kepentingan penguasa, nilai-nilai keadilan sering kali menjadi kabur.
Kebijakan UN mengarah kepada bentuk eksploitasi terhadap peserta didik, penderitaan yang diakibatkan justeru tidak mengenal ampun, yang paling merasakannya adalah siswa. Mereka menanggung beban berat akibat dari kebijakan timpang yang sangat bertolak belakang dengan demokrasi, desentralisasi yang sedang kita upayakan di negeri ini.
Tanpa adanya kritik untuk meluruskan atau mengingatkan para penguasa yang memegang otoritas kekuasaan, selamanya Ujian Nasional akan menjadi “kambing hitam”. UN akan selalu menjadi bula-bulanan para penguasa untuk menjejalkan kepentingan politik mereka. Fungsi UN menjadi tumpul, UN tidak lagi berfungsi sebagaimana harapan kita melainkan sebagai praktek penindasan yang tertata secara sistematis (strukturan), oleh karena itu agenda kritik menjadi penting.
Kebijakan pendidikan sering kali mengabaikan kepentingan rakyat, orientasi pendidikan telah banyak diselewengkan oleh para penguasa dan berakibat vatal bagi pembangunan bangsa

Padahal bangsa yang kuat adalah bangsa yang ditempati oleh SDM yang baik dan berkualitas. Sebenarnya fenomena penindasan yang hampir kasat mata ini sudah mulai sejak rezim Orde Baru (orba). Namun, karena selama 23 tahun kebebasan berekspresi telah dikekang oleh rezim otoriter Orba, seolah-olah pada waktu itu tidak terjadi apa-apa pada proses pendidikan kita. OK jangan terlalu jauh, mari kita cermati UN. Apakah jelmaan dari rezim orba ataukah memang upaya penindasan baru yang sengaja dibuat? Coba dicermati...! tentunya berdampak positif dan negatif terhadap perkembangan pendidikan kita.
Jika dikalkulasikan lebih jauh lagi pelaksanaan UN memunculkan beberapa problematika yang serius, dalam waktu 3 hari saja. Apakah UN dapat dijadikan alat yang berfungsi untuk mengukur ketercapaian kompetensi siswa sesuai dengan Standar Kelulusan (SKL).
Lalu bagaimana dengan biaya penyelenggaraan UN. Pemerintah menggelontorkan Rp524 miliar untuk Ujian Nasional (UN) tahun ini. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) Mansyur Ramli mengatakan, uang tersebut termasuk untuk biaya pengawas, pemeriksa, dan dana program ujian ulangan, susulan dan paket. Anggaran ini meningkat dibanding 2009 lalu yang hanya Rp483 miliar untuk peserta ujian sebanyak 10.297.816 orang. Rincian anggaran UN untuk SMP/Mts dan SMA/MA/SMK sebanyak Rp281 Milyar. Lalu tingkat SD/MI Rp85 miliar. "Rata-rata per siswa mendapatkan bantuan anggaran penyelenggaraan UN sebesar Rp49.000," jelasnya di Jakarta, Rabu (13/1). Harian global.
Jika dibandingkan, bantuan per siswa tahun lalu mencapai Rp56.000, Mansyur menjelaskan, tahun 2010 ini mengalami penurunan karena adanya efisiensi anggaran. Dirinya mengungkapkan peserta UN tahun ini untuk tingkat SMP mencapai 2.658.216 siswa, MTS 727.602 siswa, SMA 1.244.547 siswa, MA 278.740 siswa serta SMK 707.344 siswa. Sedangkan SD pesertanya mencapai 3.860232 dan MI sebanyak 396.668. Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal menambahkan, anggaran UN 2010 memang sudah disetujui oleh Komisi X DPR RI. Dana yang cukup besar dan tentu ini pemborosan bagi suatu negara yang sedang terlilit hutang begitu besar.

Ujian Ulangan/Susulan
UN merupakan istilah bagi penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kita sepakat bahwa politik merambah disemua bidang kajian ilmu. Pendidikan tentunya tidak terlepas dari politik. Politik pendidikan dimaknai sebagai sebuah endapan politik negara, penjabaran dari tradisi bangsa dan nilai-nilai, serta sistem konsepsi rakyat mengenai bentuk negara dalam sistem pendidikan (Kartini Kartono 1997:28). Yang pasti politik pendidikan bertujuan untuk memperjelas arah kemajuan pendidikan demi pembangunan bangsa yang lebih baik ke depan. Sungguh tujuan yang mulia. Tetapi kalau politik dijalankan untuk kepentingan sepihak maka nilai kemualiannya akan hangus atau bahkan tidak ternilai.
Begitu juga dengan kebijakan UN yang syarat akan kepentingan politis, betapa tidak ketika diajang perhelatan pesta demokrasi lima tahunan semua perhatian, visi, misi akan tertuju pada kebijakan yang kontroversial misalkan UN. UN merupakan agenda politis sebagai ajang kampanye.
Prof. Mungin Eddy Wibowo yang juga anggota BSNP mengatakan, Ujian Nasional (UN) ulangan 2010 akan diadakan serentak dalam waktu yang tidak lama setelah pelaksanaan UN utama. "UN ulangan diperuntukkan bagi para peserta yang dinyatakan tidak lulus dalam UN utama dan diadakan tidak lama setelah UN utama untuk memberikan kesempatan bagi siswa agar segera dapat mengulang,". (Antara/FINROLL News)
Menurut dia, UN ulangan berbeda dengan UN susulan, sebab UN ulangan diperuntukkan bagi siswa yang sudah dinyatakan tidak lulus UN utama, sedangkan UN susulan diperuntukkan bagi siswa yang tidak dapat mengikuti UN utama karena alasan tertentu. Ia mengatakan, dalam penyelenggaraan UN tahun-tahun sebelumnya, siswa yang tidak lulus UN harus menunggu satu tahun untuk mengikuti UN tahun berikutnya, namun dengan adanya percepatan UN ulangan peserta tidak perlu lagi menunggu satu tahun. Pelaksanaan UN ulangan ini juga untuk menghindari adanya tindak kecurangan yang dilakukan pihak sekolah atau murid peserta UN yang menganggap penyelenggaraan UN utama sebagai penentuan, sehingga mereka akhirnya ketakutan sendiri.
Mendiknas menyampaikan, (dikutip dari ujiannasional.org) dari total peserta UN SMA/MA 2010 sebanyak 1.522.162 siswa terdapat 154.079 (10,12%) siswa yang mengulang. Sementara jumlah siswa yang tidak mengulang 1.368.083 (89,88%) siswa. Mendiknas menyampaikan, berikut berturut-turut jumlah siswa yang mengulang mulai dari satu sampai dengan enam mata pelajaran, yakni sebanyak 99.433 siswa (64,5%), 25.277 (16,4%), 10.034 (6,5%), 4.878 (3,2%), 2.548 (1,7%), dan 930 (0,6%). Selain itu, kata Mendiknas, terdapat 10.979 (7,1%) siswa yang mengulang karena rerata nilainya di bawah 5,5.
Mendiknas menyebutkan, jumlah siswa yang mengulang untuk tingkat provinsi diantaranya Provinsi Jakarta dari 59.697 peserta mengulang sebanyak 5.426 atau 9,09 persen dan Provinsi Jawa Barat (2,83%). Mendiknas memberikan catatan khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). “Tahun lalu cukup bagus sekitar 93 persen (tidak mengulang), tetapi sekarang yang mengulang 23,70 persen dan 77 persen tidak mengulang. Ini daerah Jawa yang paling besar yang mengulang dari sisi persentase,” katanya.
Beberapa provinsi lain yang persentase mengulangnya besar, papar Mendiknas, yakni Kalimantan Tengah (39,29%), Kalimantan Timur (30,53%), Sulawesi Tenggara (35,89%), NTT (52,08%), Maluku Utara (41,16%), dan Gorontalo (46,22%).
Mendiknas mengatakan, berdasarkan analisis internal yang dilakukan, salah satu faktor penyebab turunnya ‘kelulusan’ adalah karena pengawasan yang lebih ketat. “Tetapi jangan diterjemahkan kalau dulu tidak diawasi. Pengawasan sekarang memang lebih ketat,” katanya.

Pemerintah Berdalih
PP No. 19/2005 (pasal 72) empat komponen yang menentukan kelulusan siswa: a. telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran; b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir seluruh mata pelajaran agama, kewarganegaraan, olah raga dan kesehsatan; c. lulus ujian sekolah; d. lulus ujian nasional.
Sistem penilaian hasil belajar siswa di Indonesia sering kali mengalami perubahan, hal ini wajar untuk menyesuaikan dengan perkembangan pendidikan kita. Perubahan sebanyak 4 kali:
a. Ujian Negara yang berlangsung 1945-1966. Pada sistem ini seluruh penyelenggaraan penilaian dikontrol oleh negara, sekolah hanya penyelenggara proses belajar mengajar saja.
b. Ujian Sekolah 1970-1982. Pada sistem ini, pemerintah memberi kewenagan penuh pada sekolah sebagai pusat pengendali mutu lulusan. Angka kelulusan naik hampir 100%.
c. Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) 1983-2002. Konsep ini cukup ideal karena memadukan pola ujian negara dan ujian sekolah. Nilai akhir diberikan berdasarkan nilai Nem, ujian sekolah, juga gabungan dari nilai cawu I,II. Konsep yang ideal dan cukup lama (20 tahun) diaplikasikan ini menimbulkan beberapa persepsi yang berbeda terutama sekolah banyak melakukan manipulasi nilai-nilai siswa.
d. Ujian Akhir Nasional. Konsep ini serupa dengan Ebtanas yakni sama-sama meramu nilai ujian sekolah dengan ujian nasional. Bedanya UN menjadi syarat satu-satunya kelulusan tanpa menggabungkan nilai cawu/semester.

Coba melirik kebelakang, kita cermati lagi sistem penilaian kita mulai dari pelaksanaan Ujian Negara hingga Ebtanas apakah seheboh pelaksanaan Ujian Nasional? Saya kira tidak! Lalu kenapa UN menjadi heboh? Apakah ini pertanda partisipasi masyarakat yang semakin meningkat? Bisa jadi, karena selama periode orba tidak ada partisipasi yang berarti dari masyarakat.
Apapun yang menjadi ketetapannya, pemerintah berdalih ini adalah upaya, cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Pemerintah juga memiliki kekuatan hukum yang memaksa, sehingga kita tidak bisa menghindar sedikitpun melainkan harus memaksakan diri untuk menerjangnya. Sifat pemerintahah yang memaksa inilah yang menjadi kendala terhadap kekuatan masyarakat.

Rekomendasi
Unas jelas berlawanan dengan otonomi pendidikan. Dan dampaknya akan memberangus nilai-nilai khas kultural di masing-masing daerah. Penulis menawarkan agar kebijakan kemendiknas tentang UN itu segera dikaji kembali. Lebih tegas lagi, penulis lebih sepakat kebijakan UN itu dicabut. Masalah penentuan kualitas yang menjadi standar pendidikan sebaiknya diserahkan kepada masing-masing daerah, atau lebih spesifk lagi diserahkan kepada masing-masing lembaga pendidikan yang ada. Sebab untuk menentukan standar kelulusan itu, masing-masing lembaga pendidikan lebih tahu akan kemampuan dan potensi para siswa yang dimilikinya.

Selasa, 23 Maret 2010

ASAL USUL NAMA GUNUNG TAMBORA

ASAL muasal nama Tambora (GUNUNG TAMBORA) menurut cerita turun temurun ada dua versi, yaitu: Pertama, berasal dari kata lakambore dari bahasa Mbojo (Dompu/Bima) yang berarti mau ke mana, untuk menanyakan tujuan bepergian kepada seseorang. Kedua, dari kata ta dan mbora, dari bahasa Bima, kata “ta” yang berarti mengajak, dan kata “mbora” yang berarti menghilang, sehingga arti kata Tambora secara keseluruhan yaitu mengajak menghilang.

SEJARAH DANA DOMPU

Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mempunyai catatan sejarah tersendiri. Seperti halnya Lombok, Sumbawa, dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas kerajaan atau kesultanan. Kerajaan Dompu merupakan salah satu kerajaan yang paling tua khususnya di Indonesia Bagian Timur. Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar dan Kusuma Ayu dari berbagai hasil penelitiannya menyimpulkan Dompu atau (Kerajaan Dompo) adalah kerajaan yang paling tua di wilayah timur Indonesia.

hari jadi kab. Dompu

BERBICARA SOAL SEJARAH LAHIRNYA SEBUAH DAERAH, ADALAH SESUATU YANG MENARIK. DEMIKIAN PULA SEJARAH LAHIRNYA HARI JADI DOMPU, SUDAH SERING DIBICARAKAN OLEH BERBAGAI KALANGAN, BAIK MELALUI RAPAT, SEMINAR, DISKUSI MAUPUN LEWAT MEDIA MASA. PENETAPAN HARI JADI DOMPU DIMULAI SEJAK PEMERINTAHAN BUPATI DOMPU DRS. H. UMAR YUSUF, MSc SEJAK TAHUN 1989 / 1994 HINGGA PERIODE PERTAMA PEMERINTAHAN BUPATI DOMPU H.ABUBAKAR AHMAD, SH TAHUN 2000 – 2005.

Selasa, 09 Maret 2010

krisis moral pemelajaran pkn

Benarkah PKn merupakan mata pelajaran yang hanya bersifat hafalan seperti pendapat yang berkembang saat ini?

PENDIDIKAN Kewarganegaraan (PKn) merupakan suatu mata pelajaran yang bertujuan membantu peserta didik menjadi manusia yang beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan pada akhirnya menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Melihat tujuan PKn, jelaslah bahwa belajar PKn bukan merupakan hal yang mudah dan tidak cukup hanya dihafalkan.